Bisnis Daratan Bisnis Langitan : Investasi Sukuk

Sebagai petani, Zeze Zahra berusaha merintis usaha dibidang pertanian, peternakan dan perikanan. Modal awalnya didapatkan dari penghasilan pekerjaan yang disisihkan, dari sebagian gaji yang dikumpulkan secara bertahap. Modal tersebut digunakan untuk membeli sawah dan kebun.
Sebagian hasil sawah atau kebun dijual untuk membiayai proses tanam berikutnya. Keuntungan yang didapat dikumpulkan, untuk kemudian diinvestasikan ke instrumen investasi, bisa dalam bentuk saham, reksadana, obligasi, sukuk, emas dan lain-lain. Salah satu yang menjadi pilihan adalah investasi sukuk.
Sukuk adalah produk investasi syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah kepada individu Warga Negara Indonesia yang aman, mudah, terjangkau, menguntungkan, dan sesuai syariah. Saat ini yang tersedia untuk dibeli adalah sukuk ST-014 dengan tingkat kupon 6.5% jika diinvestasikan selama 2 tahun dan 6.6% jika diinvestasikan selama 4 tahun.
Ini artinya, investasi sebesar 1 juta rupiah akan mendapatkan Rp. 4.875 setiap bulannya. Kecil sekali ya? Iya kecil, kalau yang diinvestasikan hanya 1 juta rupiah, namun itu adalah passive income. Nilai tersebut didapatkan sebagai nilai investasi, kita relatif tidak melakukan apa-apa, semacam pemegang saham passive.
Nilai tersebut menjadi lumayan kalau nilai investasi lebih besar. Misalnya untuk 10 juta rupiah, pendapatan per bulan menjadi Rp. 48.750 sedangkan untuk investasi 100 juta rupiah pendapatannya menjadi Rp. 487.500. Nilai ini cukup lumayan, terutama untuk para pensiunan atau jika kita ingin berinvestasi yang cukup aman dan sesuai syariah.


Anggaplah hal ini sebagai bisnis langitan, dalam arti melibatkan produk digital dibandingkan dengan produk pertanian yang umumnya berbentuk fisik. Konsep dasarnya adalah, penghasilan dari bekerja disisihkan untuk investasi fisik dibidang pertanian sedangkan pendapatan dari pertanian disisihkan untuk investasi digital.
Saat dulu mulai berinvestasi, Zeze Zahra mulai dari nilai kecil. Pertama karena memang uangnya hanya sedikit dan kedua, karena faktor kehati-hatian. Setelah terbukti benar, baru ditambah secara bertahap.
Meski jadi petani, tidak ada salahnya kita belajar mengelola keuangan dan menyiapkan masa depan. Karena hidup kita milik kita, susah maupun senang, kita juga yang menjalaninya.