Akibat Percaya 100% pada Google Maps

Jadi ceritanya saya dan keluarga berangkat dari Solo menuju Semarang, namun mampir di Telomoyo Magelang dan Salatiga untuk silaturahmi keluarga. Kami menggunakan mobil Hiace yang cukup nyaman untuk 6 orang anggota keluarga.
Perjalanan dari Solo ke Telomoyo Magelang melalui Boyolali berjalan lancar, meski kami ambil jalan biasa tidak melalui tol. Kami sampai dengan aman dan lancar di Telomoyo Magelang, meski lalu lintas agak padat suasana lebaran.
Dari Telomoyo Magelang menuju Kampoeng Banyumili (Pesantren Edi Mancoro) di Gedangan, Tuntang, Salatiga butuh waktu sekitar 30 menit. Normal. Apalagi ini lewat jalur kampung bukan jalur jalan raya utama.
Di salah satu pertigaan, Google maps mengarahkan ke jalan yang berbelok tajam. Saya check sekilas jalannya berkelok tapi nanti bertemu dengan jalan raya Kopeng Salatiga. Oh iya, masuk akal.
Untuk memastikan, saya tanya pada kang Patar yang mengemudikan Hiace.
“Kang, ini benar belok sini?”
“Iya, benar pak”, kata kang Patar sambil membelokkan mobil ke arah jalan tersebut. Saya biasanya check silang Google Maps dengan aplikasi lain sejenis. Namun karena sudah dikonfirmasi oleh kang Patar yang juga pegang maps, jadi saya aman saja.
Suasananya hijau dan segar khas kampung. Suasana sore selepas ashar itu suasana tenteram. Kami bertemu beberapa penyabit rumput. Semakin lama jalannya semakin sempit. Semakin jauh kami masuk, semakin tidak ada rumah dan siapa-siapa dan kiri kanan berupa ladang atau pepohonan.
Kami sempat ragu apakah terus atau putar balik. Karena sudah semakin jauh, kami lanjut saja. Sempat bertemu dengan mobil yang membawa kambing dan anak sapi dan ngobrol sebentar, terus lanjut lagi.
Sore hingga menjelang maghrib kami berputar di area kebun sampai bertemu tulisan, “Abaikan Google Maps. Ambil jalan ke kanan, insya Allah aman”.
Kaget kan ya, ketemu tulisan itu ditempat sepi. Sepertinya bukan hanya kami yang pernah nyasar seperti ini, sampai ada tulisan tersebut. Kami ikuti saran dari tulisan itu meski Google maps menyarankan jalan lurus.
Alhamdulillah benar sarannya, kami bisa keluar dari jalur sempit dan sepi dan menjelang maghrib akhirnya kami sampai di rumah keluarga di Pondok Pesantren Edi Mancoro, Salatiga. Usut punya usut, ternyata kang Patar bilang, “Iya” waktu saya tanya soal maps, karena ia melihat maps di HP saya, hehehe…


Berkah selalu untuk yang membuat rambu-rambu tulisan tersebut. Memang benar yang dibilang seorang rekan yang suka jadi ustadz dadakan,
“Jangan percaya sama Google Maps..”, katanya.
“Emang kenapa bang?”, tanya saya.
“Ya musyrik lah. Percaya itu sama Allah, bukan sama maps”, jawabnya sambil tersenyum.