Kios Aneka Pisang “Zeze Zahra II”

Ada sebuah kios/ruko milik keluarga yang tidak diperpanjang kontraknya (tepatnya dialihkan kontraknya). Lokasinya di kampung Warung Asem, Desa Sumber Jaya Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi. Tepat di depan rumah orang tua saya.
Ukurannya cukup luas. Sebelumnya digunakan oleh pedagang bahan pakaian, benang dan kain. Saya ditanya apakah hendak disewakan lagi atau mau dipakai sendiri. Saya bilang, akan dipakai sendiri.
Rencananya kios itu akan digunakan untuk berjualan pisang. Menjadi Zeze Zahra II. Bentuk dan tampilannya akan menyesuaikan pada lingkungan dan target pasar, yaitu kawasan perkampungan dan perumahan.
Zeze Zahra II nantinya akan menampung pisang dari kebun pisang di Karawang. Jadi hasil dari kebun akan dijual ke Zeze Zahra II. Dari Zeze Zahra II, selain dijual langsung secara eceran, sebagian akan didistribusikan ke Zeze Zahra I dan beberapa lini penjualan langsung (penjualan menggunakan sepeda motor atau mangkal menggunakan gerobak dorong).
Zeze Zahra II juga nantinya akan diarahkan untuk menerima pemesanan pisang dalam jumlah besar, misalnya untuk keperluan kenduri, hajatan, pernikahan dan lain-lain.
Upaya membuka Zeze Zahra II adalah bagian dari ikhtiar meningkatkan jumlah penjualan saat Zeze Zahra I masih dalam proses recovery penjualan (terkait penurunan dan upaya recovery penjualan Zeze Zahra saya tuliskan beberapa waktu lalu, bisa disearch di group ini dengan kata kunci “zeze zahra”).
Jadi daripada mengeluh mengenai penjualan lesu, tawaran murah dari pembeli dan tingkat konsumsi yang menurun, lebih baik saya tetap mencari peluang penjualan yang ada, karena hidup kan harus terus berjalan.
Saya perhatikan, kalau tidak ada badai atau hujan lebat berjam-jam, variasi penjualan Zeze Zahra secara langsung menggunakan sepeda motor yang mangkal di pinggir jalan nilainya cukup stabil. Tantangannya memang hujan dan angin kencang, kalau tidak fit penjualnya bisa masuk angin. Tapi secara konsumsi masyarakat, secara umum masih cukup baik. Bahasanya, orang masih makan pisang. Meski mungkin tidak sebanyak saat bulan puasa atau saat kondisi normal.
Itu sebabnya kemarin saya menyetujui pinjaman sepeda motor untuk sepupu saya yang berjualan langsung ke perumahan. Pisang yang dibawa sepupu saya ini biasanya selalu habis terjual, karena orangnya supel dan suka bercanda. Pembeli mungkin jadi terhipnotis, mau membeli tanpa merasa dipaksa. Biasanya dia membawa pisang Kepok, Ambon, Barangan, Tanduk dan pisang Uli.
Sepeda motor yang diberikan padanya adalah sepeda motor milik Qchen adik saya (yang biasa mengurus kebun pisang Zeze Zahra). Kondisinya masih bagus karena memang biasa dipakai ole Qchen.
Kalau dinilai dengan uang, harga sepeda motor itu tidak murah. Bisa diatas 10 juta rupiah.
Besar amat modal jualan pisang, sampai bisa berjuta-juta? Sebenarnya relatif. Kita berjualan pisang tanpa modal juga bisa. Pakai sistem konsinyasi, jualan dulu baru nanti hitung berapa yang terjual. Saya juga bisa menerapkan sistem itu, tapi berdasarkan pengalaman awal, hasilnya kurang maksimal. Karena nilai tanggung jawabnya agak kurang.
Saya memilih memberikan modal. Dengan modal itu, dia (penjual pisang eceran) bisa membeli pisang di Zeze Zahra. Kalau misalnya pisang dibeli 10 ribu rupiah per sisir di Zeze Zahra, urusan si penjual mau jual di harga berapa. Mau dijual di harga 15, 20 atau 25 ribu rupiah itu sudah haknya si penjual.
Hal ini akan meningkatkan semangat dan tanggung jawab penjual. Bagaimana jika ada pisang yang tidak laku terjual? Secara prinsip sebenarnya juga tanggung jawab si penjual, tapi Zeze Zahra tidak kejam-kejam amat. Keberhasilan penjual eceran pada dasarnya keberhasilan Zeze Zahra. Disisi lain, kerugian si penjual eceran juga akan berpengaruh pada daya beli dia ke Zeze Zahra.
Jadi saya biasanya fleksibel. Pisang dari penjual eceran Zeze Zahra, boleh ditukar. Tapi diverifikasi juga, jangan sampai jadi malah mengurangi tanggung jawab. Sejauh ini sih berjalan baik dan jarang terjadi. Hanya terjadi jika cuaca tidak baik atau ada kejadian tertentu (misalnya si penjual eceran sakit sehingga tidak berjualan dan stock pisangnya jadi terlalu matang).
Jangan khawatir juga jika harus mengeluarkan modal atau uang. Sepanjang hasilnya diperkirakan sepadan, pengeluaran uang bukan pemborosan. Dalam case sepupu saya yang dipinjami sepeda motor, itu juga ada kalkulasinya. Bukan kalkulasi kredit motor, melainkan kalkukasi kelancaran berjualan. Jika dia kerap gagal berjualan karena motornya mogok, efeknya tentu pada rutinitas pengambilan pisang yang ia lakukan ke Zeze Zahra. Yang lebih fatal adalah efek ke pembeli. Jika sering tidak berjualan, pembeli setiapun akan bisa berpindah ke lain hati karena merasa kecewa. Nilai kerugiannya akan jauh lebih besar.
Dari semua ikhtiar yang dilakukan, memang masih belum kelihatan apakah akan berhasil atau tidak. Menurut saya pointnya bukan soal berhasil atau tidak, melainkan apakah dilakukan atau tidak. Kalau sudah dilakukan, kita tinggal menunggu hasil. Kalau tidak pernah dilakukan, kita tidak akan pernah tahu.
“Mas, bicara apa saja enak kalau punya uang. Kalau nggak punya uang gimana? Kalau nggak ada bakat jualan gimana?”
Kalau kita selalu melihat sisi kekurangan ya tidak akan ada habisnya. Saya masih ingat, dulu saat kuliah sambil kerja dan tidak punya uang, saya berniat jualan cabai bawang di pasar. Karena modal tidak ada, saya oke saja jika harus menjadi kuli panggul atau menjadi pembantu jualan orang lain agar bisa mendapatkan modal awal. Kuncinya adalah kemauan.
Soal bakat berjualan, siapa sih yang baru lahir sudah bisa jualan. Kita kan bisa belajar dari pengalaman. Kalau kita terdesak kebutuhan hidup, kita bisa kok belajar cepat. Karena kita terdesak. Kalau kata Cak Lontong, “Kata siapa berjualan itu susah. Saya, waktu 2 bulan dipecat dari pekerjaan, saya bisa jual kulkas, TV, motor dan lain-lain. Mudah kok jualan itu”, hehehe…
Selain buah pisang, saya juga melihat potensi penjualan bibit pisang pilihan. Bibit pisang Kepok Kuning misalnya, peminatnya cukup banyak dan bibit maupun buahnya banyak tersedia di kebun Zeze Zahra. Sudah terbukti berbuah dan buahnya bagus. Ini bisa jadi nilai tambah berikutnya.
Kalau kita fokus pada suatu hal, berusaha “mastering”ilmunya, pelan-pelan kita akan menemukan kenyamanan untuk terus berusaha meningkatkan kemampuan, yang pada gilirannya akan bersinergi pada upaya kita meningkatkan pendapatan.