Wirausahawan IT dan Rutinitas Keseharian : Rutinitas Keluarga

Kemarin saya sudah menuliskan rutinitas keseharian pekerjaan wirausahawan di bidang IT dalam bentuk konsultan sistem. Sekarang saya ingin cerita soal keseharian yang dijalani, mungkin bisa bermanfaat bagi rekan-rekan yang ingin menempuh jalan hidup yang sama.

Karena agak panjang, saya pecah kedalam beberapa bagian, yaitu :

  1. Rutinitas Keluarga & Pribadi
  2. Rutinitas Transportasi
  3. Disiplin Pribadi
  4. Kemampuan Persuasi
  5. Manajemen Keuangan

Mohon maaf, tulisan ini bersifat cerita, jadi jika kurang suka dengan cerita saya yang berbusa-busa baiknya dihentikan sampai disini sebelum nantinya mual karena cerita saya terlalu mendayu-dayu, πŸ˜€

Rutinitas Keluarga
Saat masih bekerja sebagai IT supervisor di Tanjung Priok, saya hampir tak memiliki kesempatan untuk melihat anak saya tumbuh besar. Saya berangkat kerja di pagi hari dan pulang saat malam menjelang. Libur di hari Sabtu dan Minggu tidak dapat saya nikmati sepenuhnya karena justru saat Sabtu dan Minggu itu saya mengajar training sistem di Excellent.

Pernah diwaktu tertentu saya tidak libur sama sekali selama 1 bulan dan saya merasa sangat bersalah saat Zeze Vavai bertanya, “Kapan papap libur, Vavai ingin mail bola di lapangan dan naik kereta?”

Saya jadi ingat sebuah cerita tentang anak kecil yang bertanya pada ayahnya, berapa gaji sang ayah sehari? Ayahnya yang heran kemudian mengatakan sebuah angka dan bertanya kenapa anaknya menanyakan hal itu? Jawab si anak :

“Aku ingin menabung, nanti kalau uang tabungannya sudah cukup, aku ingin membeli 1 hari kerja papa untuk bisa bermain denganku sehingga papa tidak usah bekerja selama 1 hari…”.

Miris kan kalau anak kita sampai berkata seperti itu.

Sekarang, jika tidak ada project tertentu, saya bisa mengantar dan menjemput Zeze Vavai yang bersekolah di TK. Kadang jika saya mengantar dan menjemputnya, saya adalah satu-satunya sosok bapak diantara orang tua lain yang menjemput anaknya. Lainnya adalah ibu-ibu. Isteri kadang menggoda saya dengan mengatakan, “Lho, nggak ikutan gosip sekalian disana?”, hehehe…

Pernah selama 2 minggu saya tidak bepergian. Bukan karena tidak ada pekerjaan melainkan karena pekerjaannya bisa dilakukan oleh staff saya dan saya bisa melakukan pengecekan hasil kerja tersebut secara remote. Karena bolak-balik melihat saya mengantar dan menjemputnya, Zeze Vavai bertanya, “Lho, papap kok di rumah terus, nggak kerja-kerja. Nanti nggak punya uang lho…”.

Hehehe… Kerja terus berakibat kurang baik, di rumah terus juga bisa menjadi persepsi negatif karena nanti si anak kesulitan jika diminta menyebutkan apa pekerjaan orang tuanya.

Hal lain yang menarik adalah cara pandang lingkungan dan tetangga. Meski tidak secara frontal ditanyakan, saya kerap merasakan semacam tatapan bertanya (atau kasihan) dari tetangga yang melihat saya masih mengantar Zeze Vavai padahal sudah menjelang jam kerja (saya mengantar Zeze Vavai sekitar pukul 07:30 WIB) dan saya kerap terlihat di jam-jam dimana pekerja kantoran kemungkinan besar masih di kantornya.

Mungkin ada yang berpikir, “Itu kasihan banget papanya Vavai, jangan-jangan dipecat dari kantor.”

Persepsi juga bisa berbahaya, terutama jika kita kurang gaul. Salah-salah bisa timbul anggapan : “Suami nggak kerja kok kayaknya santai-santai saja ya, kelihatannya nggak ada pengaruhnya”. Ya iyalah nggak ada pengaruhnya, karena saya di rumah bukan karena tidak kerja melainkan pola dan mekanisme kerjanya yang berubah. Bedanya, penghasilan sewaktu saya bekerja di kantor bersifat tetap, sedangkan menjadi konsultan sifatnya bervariasi, tentu saja saya selalu berusaha agar tidak defisit πŸ™‚

Hal lain yang menyenangkan adalah fleksibilitas waktu. Saya bisa datang ke mall jam 2 siang, saat mall sedang sepi dan saya bisa antri di kassa tanpa saingan. Saya juga bisa merapikan diri (Baca : ke salon, cuma saya sungkan kalo bilang ke salon, emangnya eike dianggap apa ? eike kan bukan balon, hehehe…), misalnya mencuci rambut dan memangkasnya, saat jam 9 pagi. Jam-jam tersebut adalah jam-jam tidak lazim, jam-jam dimana saya bisa beraktivitas tanpa hambatan yang berarti.

Jadi wirausahawan IT memang merupakan tantangan. Ada pengalaman yang bersifat manis, ada juga yang kurang menyenangkan. Namanya juga hidup, kalau lurus-lurus saja rasanya kurang menarik juga πŸ™‚

11 thoughts on “Wirausahawan IT dan Rutinitas Keseharian : Rutinitas Keluarga

  1. β€œAku ingin menabung, nanti kalau uang tabungannya sudah cukup, aku ingin membeli 1 hari kerja papa untuk bisa bermain denganku sehingga papa tidak usah bekerja selama 1 hari…”
    inget cerita itu di trans tv, sampe2 meminjam uang ayahnya untuk beli waktu ayahnya.

  2. Kang Vavai, saya sangat terinspirasi oleh kisah ini. Jadi pengen juga, suatu waktu, kelak bisa berwirausaha sendiri, mengantar anak sekolah dan menikmati kebersamaan lebih panjang bersama keluarga. Thanks for share, saya jadi semangat nih :))

  3. memang enak berkerja seperti yang disebutkan diatas, saya juga mengalaminya. bedanya saya belum berkeluarga jadi belum ada kewajiban untuk antar jemput anak. hehe..
    terima kasih atas sharenya, saya jadi mengerti tentang kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang papap..:D

  4. mas vavai.. saya lg mulai nih untuk bermigrasi ke linux, saya sdh instal opensuse 11.2. nah yg jd kendala modem saya kok ga ke detect ya??
    tolong dong kasih tau saya cara install modem step by step ya?
    oiya saya pake modem bandluxe c170 providernya 3

    thx b4..

  5. mas vavai, saya sering ditanya begini “…libur pak..?” jawab aja “iya..” daripada kebanyakan jawab hehehehe

    selain itu saya sering main hujan2-an di waktu jam kerja, rasanya nikmat banget….. bisa mainan sama anak dan bisa mengikuti tumbuh kembangnya

    waktu tidak akan bisa kembali lagi dan biasanya banyak yang menyesal di kemudian hari karena tidak mengikuti kata hati pada saat ini

  6. Hehehe …. belum pernah nganter piknik ke siwod ya? Anak TK jaman sekarang seolah wajib ke siwod, entah ada kerjasama apa antara Ancol dan Asosiasi Guru TK.

    Saya pernah, satu bis isinya ibu2 semua :)) Untung udah persiapan dari rumah, bawa ebook banyak2 di HP. Sehingga gak terseret ke pembicaraan kondisi artis terkini. πŸ˜€

    Untuk urusan omongan tetangga, konon kata orang, di Jepang malahan ibu2 malu kalo suaminya pulang sore. Soalnya dianggap tetangga kerjaan suaminya gak penting sehingga boleh pulang sore.

    Warren Buffet waktu masih muda juga sering diomongin tetangganya karena gak pernah ngantor.

  7. saya tulis comment disini, biar ketularan punya bendera sendiri. sedih juga rasanya meninggalkan anak2 waktu berangkat kerja. do’akan saya, boss.

  8. Saya paling malas , kalau komentar di blog yang harus mengguanakan id facebook . Jadi percuma dong komentarnya ,karena usaha cari backlink jadi tidak berhasil . Bagaimana menurut Anda ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.