Akses pada Pendidikan untuk Orang Biasa

Seperti kebanyakan orang dari kampung, saya tidak memiliki bayangan muluk saat bersekolah. Banyak dari teman-teman saya yang bersekolah sampai SD. Sebagian saja yang meneruskan pendidikan hingga SMP dan SMA. Lebih sedikit lagi yang kuliah.

Lulus pendidikan level SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, seperti SMA atau SMK), arahnya adalah bekerja agar bisa meringankan beban orang tua. Hanya yang beruntung dan berkecukupan yang biasanya melanjutkan ke jenjang perkuliahan.

Saat bekerja sebagai karyawan pabrik, saya berusaha kuliah sambil kerja. Sampai akhirnya lulus program D3 (diploma 3) kemudian bekerja sebagai staff IT. Setelah bekerja sebagai staff IT, kemudian supervisor IT, kemudian saya menjalani wirausaha dan baru beberapa tahun kemudian menyelesaikan kuliah S1.

Setelah S1, saya kuliah lagi di S2 jurusan komputer. Kemudian kuliah lagi di S2 jurusan manajemen (MM). Kemudian jalan-jalan ke beberapa kampus terkenal, termasuk main ke Singapore Management University (SMU), termasuk mencari tahu Nanyang Technological University (NTU) dan National University of Singapore (NUS).

Setelah itu saat kembali ke kampung di Tambun Bekasi dan ke Batujaya Karawang, saya disadarkan lagi oleh jauhnya jarak antara lingkungan yang terpapar dengan semangat pendidikan dengan yang bukan.

Saya mungkin mendapat privilege, karena ada tabungan, saya bisa kuliah lagi dan mencari ilmu di berbagai tempat. Di kampus saya di President University, anak-anak lulusan S1 sudah cas cis cus berbahasa Inggris dengan lancar dan mereka banyak yang melanjutkan kuliah S2 di berbagai negara. Artinya, peluang yang satu bisa mendorong pada peluang yang lain.

Sedangkan di kampung dan lingkungan tempat tinggal, beban kehidupan sehari-hari membuat hal itu jadi angan-angan semata. Saya berpikir, pengalaman yang saya dapatkan bisa menjadi jembatan bagi keluarga dan warga di kampung, agar mereka juga bisa mendapat kesempatan yang sama terhadap akses pendidikan.

Kuliah di kampus keren memang membutuhkan biaya, namun saya dan Rumah Edukasi “Dewi Lia Astuti” bisa memfasilitasi ilmu-ilmu dan akses pendidikan bagi lebih banyak orang. Agar pengetahuan tidak sekedar hanya untuk mereka yang mampu dan memiliki uang banyak, namun juga bisa sebagai pembuka akses dan jalan bagi banyak orang untuk meningkatkan kualitas dan taraf kehidupan keluarganya.

Caranya, menjadikan rumah edukasi Dewi Lia Astuti sebagai aliran masuk pengetahuan dan pengalaman itu. Jika diibaratkan sebagai sumber air, biarlah rumah edukasi Dewi Lia Astuti menjadi sumber air pertama di kawasan pemukiman warga, yang membukakan jalan bagi peluang melanjutkan pendidikan.

Sebagai contoh, saya bisa mengundang rekan-rekan mahasiswa atau para dosen untuk berbagi pengalaman. Mengundang orang-orang yang bisa keluar dari kesulitan hidup dan meningkatkan kualitas kehidupannya. Mereka bisa berbagi wawasan agar anak-anak dan warga bisa memiliki niat dan cita-cita untuk lebih baik lagi.

Nantinya, rumah edukasi Dewi Lia Astuti bisa menjadi jembatan untuk beasiswa mereka yang memiliki talenta namun masih belum beruntung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *