Uwongke

Almarhumah enyak dulu punya kebiasaan yang membuat saya sungkan. Yaitu banyak bertanya ke orang yang ditemui.

Sebagai contoh, saat saya dirawat di rumah sakit karena DBD, enyak sering ngobrol dengan siapa saja. Baik pada Dear Rey Reny Yuniastuty, pada tamu yang datang menjenguk maupun pada orang-orang yang kerap keluar masuk ruangan, baik itu dokter, suster maupun bagian kebersihan.

Saya melihatnya ini sebagai naluri alamiah enyak, karena kebiasaan itu bukan hanya di rumah sakit saja.

Saya kadang khawatir karena enyak berasal dari kampung, ada kalimat/pertanyaan enyak yang terasa mengganggu bagi dokter atau perawat. Mungkin juga kekhawatiran ini muncul karena kadang ada perawat yang buru-buru dan nggak sabar ditanya ini itu.

Yang paling sering diajak ngobrol sambil kerja adalah yang biasa bersih-bersih. Ada beberapa orang karena mereka pakai sistem shift atau on off dan saya dirawat cukup lama. Kadang mereka suka ditanya sama enyak, “Kerjanya masuk tiap hari neng? Masuk jam berapa selesai jam berapa? Terus sama siapa saja?”

Saya berpikir, “Lha enyak, orang diajakin ngobrol nanti nggak selesai-selesai kerjanya. Belum tentu juga orangnya seneng diajak ngobrol…”

Kadang enyak juga suka memberikan uang sekedarnya buat yang bersih-bersih meski saya tahu uang yang dimiliki enyak juga tidak seberapa. Saat satu waktu saya bertanya mengapa enyak biasa ngobrol dan kadang memberikan uang, alasan enyak karena, “Inget kalau punya anak perempuan dan kerja seperti itu…”

Saat saya akhirnya dinyatakan sembuh oleh dokter dan diperbolehkan pulang, saya bertemu dengan mbak yang bersih-bersih. Mereka menitipkan salam buat enyak. Saat saya minta maaf karena enyak sering mengajak ngobrol, si mbak-nya bilang,

“Saya malah seneng pak, karena ada yang mengajak ngobrol. Karena buat yang lain saya mungkin sekedar tukang bersih-bersih dan hanya orang yang melaksanakan tugas selewatan (sekilas). Saya merasa dihargai dan diuwongke. Nggak sekedar numpang lewat. Enyak juga bikin saya inget sama orang tua saya..”

Saya belajar banyak dari kebiasaan enyak ini. Bahwa bukan soal status, level atau hal lain yang lebih menyentuh perasaan orang lain, melainkan perasaan dihargai dan dimanusiakan.

Al fatihah buat enyak, ibu Danah binti bapak Saiyan…

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.