Tips Wirausaha : Selektif, Jangan Memaksakan Diri Mengambil Semua Project

Bagi wirausahawan, setiap project yang datang biasanya menjadi pembuka pintu rezeki dan diharapkan bisa menambah tabungan. Semakin banyak project berkorelasi positif dengan semakin banyaknya pendapatan. Meski peluang project merupakan hal yang ditunggu-tunggu, sudah selayaknya kita bersikap selektif dalam memilih project yang hendak dikerjakan. Mengapa? Karena semakin banyak project bukan hanya berkorelasi pada semakin banyaknya pendapatan melainkan juga menambah beban pikiran, hehehe…

Tidak semua project yang dikerjakan berbuah manis. Bisa saja kita menghabiskan waktu sekian lama dengan pengorbanan sekian banyak namun hasilnya ternyata diluar harapan. Hal ini memang lumrah, nggak mungkin dong orang selalu dihinggapi keberuntungan. Meski lumrah, sebenarnya kita bisa mencegah terjadinya kerugian sejak awal jika kita mau memperhatikan ciri-ciri yang menyertai datangnya suatu project.

Sebelum mengambil project, pertimbangkan apakah waktu yang tersedia memadai atau tidak. Memadai baik dari sisi sumber daya manusia maupun dari sisi waktu pengerjaan. Sama seperti saat main kartu (lha kok analoginya kesini, kebiasaan main remi & gaple di pos ronda nih 😛 ), kalau sedang hoki biasanya tawaran pekerjaan datang pada waktu yang hampir bersamaan dan kesemuanya minta diprioritaskan atau dikerjakan pada waktu yang sama.

Jika kita langsung ambil semua project karena silau pada keuntungan yang akan didapat, hasil akhirnya mungkin akan mengecewakan klien. Kekecewaan klien  bisa disebabkan karena penyelesaian pekerjaan yang terlambat dari jadwal, support kita yang kurang optimal maupun kecepatan respon kita terhadap kebutuhan dan permintaan klien.

Saya sendiri masih belajar banyak dalam hal mengelola project. Saya pernah mengambil project dengan tenggat yang sangat ketat selama 2 minggu. Ada sekitar 6 project yang saya kerjakan berbarengan. Resikonya sebenarnya sangat besar karena jika ada hambatan pada salah satu project, akibatnya akan berdampak pada estimasi waktu pengerjaan project lain. Alhamdulillah saya memang bisa menyelesaikannya dengan membagi tugas dengan staff-staff di Excellent, namun tak urung selepas 2 minggu saya sakit selama 3 hari dan sempat ditodong oleh Zeze Vavai dengan pertanyaan, “Papap kapan liburnya sih? Kapan kita main  naik kereta lagi?”

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah chemistry antara kita dengan klien. Dalam menerima suatu project saya biasanya mencoba menilai sejauh mana chemistry saya dengan klien. Apakah saya cocok dengan sikap dan respon calon klien atau tidak. Saya bisa paham bahwa tidak semua orang mungkin bisa cocok dengan gaya dan pendekatan saya. Hal ini biasanya berusaha saya ketahui sejak awal karena bisa berpengaruh pada kelancaran pekerjaan.

Kecocokan antara saya dengan klien tidak selalu dalam bentuk kesamaan pandangan atau pendapat. Saya memiliki klien yang galak terhadap saya namun saya tetap dengan senang hati menerimanya, karena ia galak secara professional. Ia galak jika memang ada hal-hal administrative yang kurang lengkap atau ada tenggat waktu yang meleset. Bukan galak tanpa sebab atau galak supaya nilai project yang saya minta bisa turun dengan mudah 😛

Ada tipikal klien yang bicaranya terkesan “menuntut” dari awal pembicaraan. Jika kamu begini maka resikonya begini. Jika meleset resikonya begitu. Jika terjadi anu maka sebagai akibatnya adalah akan begini dan begitu. Susah juga bicara secara nyaman jika diawali dengan ancaman-ancaman.

Tentu merupakan suatu kekhawatiran yang masuk akal dari pihak klien jika klien menginginkan agar vendor tidak mengecewakan. Bisa saja klien berkata demikian karena ia pernah dikecewakan oleh vendor lain. Meski bisa memahaminya, tentu jauh lebih nyaman jika berbicara dengan posisi yang sama-sama saling menghargai.

Jika sikap menuntut ini sudah menjadi ciri khas klien, ada kemungkinan saya batal mengambil project tersebut. Bukan karena penakut melainkan karena saya memandangnya bisa jadi penyakit dikelak kemudian hari. Saya khawatir jika saya ambil nantinya akan menjadi bumerang dan hubungan saya dengan pihak klien yang diawali dengan cara yang menyenangkan berubah menjadi tidak baik.

Apakah sikap ini bisa dibenarkan dari cara pandang profesionalisme, saya kurang paham. Saya hanya ingin mencegah sesuatu yang mungkin hasilnya akan mengecewakan, bukan hanya terhadap saya dan perusahaan yang saya bangun namun juga terhadap pihak klien. Jika kami batal deal sejak awal, mungkin ada saat dan waktu lain yang bisa menjadi pengganti yang lebih baik. Kalaupun kami tidak berjodoh dalam hal order, mungkin itu juga bisa berdampak baik bagi kedua belah pihak.

Apakah tidak khawatir dijauhi rezeki jika menolak project? Tentu saja tidak. Saya toh bukan menolak rezeki melainkan mengikuti intuisi apakah suatu peluang bisnis benar-benar menjadi peluang yang baik atau malah bisa berakibat kurang baik.

Semoga bermanfaat, jika ada yang memiliki pendapat lain silakan respon melalui form komentar, saya akan dengan senang hati berdiskusi dan belajar.

3 thoughts on “Tips Wirausaha : Selektif, Jangan Memaksakan Diri Mengambil Semua Project

  1. Sama mas vavai. Kesan pertama kalo udah ada ancaman rasanya mulai terganggu untuk melanjutkan pembicaraan, bahkan saya pernah di “enyek” pada saat baru pertama kenalan, itu membuat resiko tersendiri untuk selanjutnya.

    Sebagai freelance, saya pun menggunakan intuisi seperti ini. Saya pun tidak paham ini bagian dari profesionalisme atau bukan, tapi saya pribadi lebih memilih kenyamanan bekerja agar target yang diinginkan client tercapai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.