Talk is Cheap, Show Me the Code
Para pembaca artikel Cerita Unik dan Menarik Seputar Linux : Pernak-Pernik Linus Torvalds Bagian 2 tentu sudah tahu asal muasal kata yang saya tuliskan sebagai judul artikel kali ini. Saya juga punya cerita terkait judul artikel ini.
Tersebutlah suatu waktu saya mengerjakan suatu project di salah satu klien. Proses implementasi relatif berjalan lancar, hanya saja dalam beberapa point saya perlu berdebat mengenai metode yang hendak dijalankan, terutama untuk melakukan migrasi data dari sistem lama ke sistem baru. Sebagian team support klien helpful dan asyik untuk diajak berdiskusi namun ada juga yang resisten, persis yang saya tuliskan dalam artikel : 5 Sifat Umum Seorang Staff IT di Perusahaan dari Cara Pandang Konsultan.
Terus terang saya cenderung untuk selalu menghindari kemungkinan debat kusir-apalagi debat panas-dengan pihak klien. Nggak ada benefitnya, yang ada malah bisa mengganggu keharmonisan koordinasi antara team saya dengan team klien. Ditambah lagi, saya memang tidak terlalu peduli, even if orang lain under estimate pada kemampuan saya.
Fokus debat sebenarnya sepele, hanya soal cara migrasi data yang menurut salah satu team klien bisa dilakukan dan menurut saya, dari sisi praktek tidak mungkin bisa dilakukan. Dan saya proof-test untuk itu, karena kebetulan saya pernah menangani kedua sistem; baik sistem yang lama maupun sistem yang baru.
Karena kami tidak mencapai titik temu dalam diskusi, akhirnya saya sampaikan kalimat, “Menurut saya hal tersebut tidak mungkin. Bukan karena sistem yang baru ini tidak bisa melainkan karena memang beda propietary format. Mesti ada konversi format supaya bisa dibaca dan dipahami oleh kedua sistem. Meski demikian, mungkin saja saya salah. Jika memang menurut mas bisa dilakukan, bisa minta tolong ditunjukkan caranya…”
Demikian kata saya, yang secara sederhana ya bisa dibilang, “Talk is Cheap, Show Me the Code”
“Tapi kan secara teori bisa dilakukan, kan tinggal disalin saja datanya dan dijalankan”, demikian jawaban dari team klien yang langsung saya jawab lagi,
“Ya itu, justru saya butuh ditunjukkan caranya bagaimana…”
Selepas itu, suasana hening sesaat, berusaha memahami maksud masing-masing sampai akhirnya kami berdiskusi ulang mengenai opsi-opsi yang bisa diambil selain opsi teoritis tadi.
Menurut saya, memang bukan hal yang bagus jika konsultan bertengkar dengan pihak klien, namun pengertian bertengkar ini tentu harus dibedakan dengan berdiskusi dari sisi teknis. Apa yang saya sampaikanpun bukan karena saya dendam atau sewot melainkan agar teman diskusi saya bisa memahami argumen saya.
Salah seorang staff yang mendampingi saya, saat pulang berkata, “Wah, tadi dia nggak bisa ngomong lagi pak pas bapak bilang seperti itu” seolah-olah saya menang diskusi melawan pihak klien. Padahal maksud saya bukan itu,
“Apa yang saya sampaikan tadi bukan untuk mengalahkan dia, cuma memberitahu apa yang secara teknis memang tidak mungkin dilakukan. Lihat saja, mestinya dipertemuan berikutnya malah bisa jadi teman yang saling menghargai kok.”
Dan benar saja, semenjak diskusi terakhir itu, teman diskusi saya tersebut lebih terbuka dan lebih mau mendengarkan argumen lawan bicaranya. Pada akhirnya, project yang saya kerjakan bisa lebih mudah diselesaikan atas bantuannya, dan saya, tentunya menghargai segala bantuannya.
Moral story-nya :
- Jangan takut berdebat secara teknis, sepanjang memang yang dibahas bukan soal personal melainkan soal teknis. Dalam hal teknis biasanya metode yang benar bisa diuji dan bisa dilihat faktanya. Jangan khawatir dianggap bertengkar karena diskusi dan debat yang sehat biasanya memberikan manfaat bagi kedua belah pihak
- Tidak usah marah jika orang lain menganggap remeh kita. Tak ada yang dirugikan dari sisi kita. Biarlah ia mengetahui kemampuan kita dari orang lain atau dari pengalaman sendiri, bukan karena kita ngotot ingin diakui
- Hati-hati mengambil kesimpulan soal kemampuan seseorang hanya dari asumsi, nanti bisa terjebak sendiri
- Ngomong itu soal mudah, jika kita bisa ngomong tentang suatu teori, kita mesti siap juga membuktikannya
- Adakalanya (atau bisa juga : sering) kita salah dalam berasumsi. Jika demikian halnya, akui kesalahan tersebut secara jantan dan tidak usah menutup-nutupinya. Mengakui kesalahan mungkin terlihat seperti mengakui kekalahan namun pada hakikatnya mengakui kekurangan dan kesalahan merupakan suatu sikap kedewasaan. Caelah 🙂
talk is cheap show me the code hampir sama dengan RTFM sepertinya
@Jacobian,
Beda mas, RTFM itu ditujukan bagi orang yang bertanya tanpa membaca literatur atau manual sedangkan “Talk is Cheap Show Me the Code” lebih ke : “Jangan ngomong saja, buktikan dong”
Saya suka sekali tulisan ini Mas … Jadi penyemangat untuk pendatang baru di dunia bisnis IT seperti saya, apalagi saat bertemu dengan manajer-manajer IT “senior” … 🙂
Salute …
best talk.