STPDN, Karyawan, Wirausaha : Persisten!

Saat lulus SMA tahun 1995, saya merasa pilihan saya untuk proses lebih lanjut relatif terbatas. Saya hanya memilih pilihan sekolah kedinasan karena menganggap kuliah jauh dari jangkauan saya. Untuk itu saya mengejar STPDN (Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri), yang lulusannya bisa menjadi camat. Minimal menjadi staff kecamatan, kemudian menjadi lurah dan beralih menjadi camat. Untuk orang kampung seperti saya, bayangan menjadi lurah atau camat merupakan bayangan jabatan yang sangat elite
Saya mengurus sendiri semua persyaratan untuk STPDN. Fotocopy raport dari SD sampai SMA yang dilegalisir. Itu berarti saya harus datang ke semua sekolah saya. Saya ingat pernah menunggu kepala sekolah untuk tanda tangan legalisir. Di datangi di sekolah katanya ada di rumah. Di datangi di rumah katanya ada ditempat lain. Terus saya kejar sampai akhirnya bisa saya dapatkan.
Selain fotocopy raport dan ijazah, saya juga harus membuat akte kelahiran. Karena lahir di kampung dan akte kelahiran bukan prioritas utama, saya harus membuatnya saat sudah memasuki jenjang kelulusan SMA. Saya membuat persyaratannya mulai dari RT, RW, Lurah, Camat hingga ke Catatan Sipil. Di Catatan Sipil katanya harus sidang, namun atas bantuan salah satu PNS disana, akhirnya saya bisa mendapatkan akte kelahiran meski harus menunggu beberapa lama.
Belum cukup sampai disitu, saya harus mengikuti Litsus atau Penelitian Khusus. Jaman pak Harto menjadi presiden, litsus ini statusnya wajib bagi pegawai negeri, digunakan untuk meneliti apakah seseorang terlibat PKI atau bukan. Bahkan jika terlibat partai politik selain Golkar ada kemungkinan menemui kendala juga saat melewati proses litsus.
Setelah semua persiapan selesai dilakukan, saya berangkat ke Bandung untuk test kesehatan dan tertulis. Dengan semua yang saya lakukan, saya yakin saya bisa lulus. Namun apa yang terjadi? Saya gagal melewati test tersebut…
Saya sangat kecewa mengetahui saya gagal. Kecewa sekali. Saya bahkan sempat bingung beberapa saat, tentang apa yang harus saya lakukan setelah gagal di STPDN. Setelah kekecewaan reda, akhirnya saya menerima “real life”, mencari kerja di perusahaan dan bekerja sebagai karyawan pabrik. Dari karyawan pabrik, saya nyambi kuliah dan mengambil jurusan IT. Dari situ saya bisa menjadi assisten Lab komputer, kemudian staff IT, supervisor IT, freelancer IT dan berujung pada wirausaha bisnis konsultasi IT dalam bentuk Excellent
Saat saya ingat kegagalan saya masuk STPDN, saya sangat kecewa. Namun jika melihat kebelakang, mungkin itu justru baik bagi saya. Jika saya lulus STPDN, belum tentu juga saya bisa meraih keinginan sesuai yang saya harapkan. Belum tentu saya bisa membangun usaha Excellent, bertemu dengan isteri, membangun keluarga, membangun bisnis, pergi jalan-jalan keluar daerah atau luar negeri dan seperti sekarang, mengetik tulisan seperti ini, hehehe…
Saya tidak katakan bahwa hasil sekarang sudah sangat sesuai dengan apa yang saya pernah cita-citakan, namun saya tidak menyesali apa-apa yang saya dapatkan dari usaha yang saya lakukan beberapa tahun yang lalu hingga sekarang. Saya bisa bilang bahwa hasil dan penghidupan yang saya jalani sekarang tidak menghianati usaha yang dirintis sejak awal.
Jadi, jika kita ragu pada jalan mana yang akan membawa kita pada jalur kesuksesan dan usaha apa yang harus dilakukan, jawabannya sederhana. Lakukan apa saja, usahakan apa saja dan coba apa saja, sepanjang itu positif dan bukan kriminal. Kita tidak tahu sisi mana yang akan membawa jalan hidup kita, namun jika kita terus berusaha, nanti seperti air yang akan menemukan jalan untuk mengalir dan keluar dari kesulitan.
Hidup kita milik kita, susah maupun senang, kita juga yang menjalaninya. Life, is our precious gift. Don’t waste it being unhappy, dissatisfied, or anything else you can be.

You may also like

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.