Persuasif

Saat berjualan pisang, kita mungkin beberapa kali bertemu dengan respon pembeli atau pertanyaan pembeli yang tidak semuanya enak. Kalau kita jadi preman, kita mungkin bisa spanneng atau esmosi atau darting, tapi karena kita berjualan, ya harap maklum, namanya orang bisa beda-beda sifat dan perilakunya.

Misalnya ada yang tanya, “Kang, ini pisangnya nggak ada yang cakepan lagi?”

Tsahelah pak, itu pisang kurang cakep gimana, sudah dipilihkan yang tua, yang matangnya bagus.

Tapi kan orang punya penilaian sendiri. Bisa jadi dia berkata demikian sebagai psywar, perang urat syaraf, agar kita merasa down dan akhirnya mengurangi harga. Bisa juga memang benar, karena tampilannya kurang menarik meski tua dan matang sempurna.

Kalau seperti ini kadang saya berkelit, “Pisang yang bagus kadang malah kulitnya nggak halus seperti kulit artis pak. Yang bintik-bintik malah lebih manis biasanya”

Kalau masih ngotot minta yang lebih mulus atau bilang masih kurang cakep, ya mungkin saya akan bilang, “Ini pisang sudah cakep, hanya kurang dibedakin saja pak”, hehehe…

Ada lagi ibu-ibu, yang bilang : “Mas, ini pisangnya sudah mateng nih. Sudah empuk. Lebih murah ya”. Saat saya bilang harga, misalnya 12 ribu rupiah, si ibu berkata, “7 ribu ya. Kan pisangnya sudah mateng. Sudah empuk”

Saya sebenarnya oke harganya bergerak sedikit, tapi dari 12 ribu ke 7 ribu terlalu drastis dan belum masuk kalkulasi. Jadi sambil tersenyum saya bilang, “Yang matang dan tua seperti itu malah lebih enak bu. Nggak perlu dikunyah. Jadi nggak capek mulutnya. Bisa meleleh dimulut seperti makan es krim”, hehehe…

Si ibu-ibu bilang, “Bisa aza ngelesnya…”

Saya sebenarnya belajar dari tukang sayur. Saat dia ditanya, “Bang, melonnya manis nggak?”. Dia jawab, “Ya belum saya makan bu. Kata penjual dipasar sih manis, tapi saya nggak bisa buktikan sendiri secara langsung”.

Lain kali ditanya lagi, “Bang, ini kok manggisnya kecil-kecil”. Apa jawaban si abang sayur? Dia jawab, “Yah, itu kan Allah yang menciptakan bu. Dia diciptakan kecil, terus gimana saya bikin jadi besar dan gendut” ?

Memang tidak menjawab pertanyaan langsung, karena tujuannya sekedar untuk mencairkan suasana. Karena kalau situasinya santai, biasanya nggak terlalu “eker-ekeran” (berkutat) soal harga.

Saat berjualan memang harus persuasif. Tidak mendesak, soft selling (tidak to the point mendorong-dorong agar membeli) tapi lebih mengedepankan aspek kepuasan pembeli. Kalau pembeli ada anak kecil kadang saya berikan bonus pisang lampung beberapa buah.

Saya juga tidak terlalu ketat soal harga kalau jumlah pembeliannya cukup banyak, nanti saling subsidi silang antar pisang. Yang penting hitungannya masih masuk dan ada margin.

Sudah seperti itu apakah ada pelanggan atau calon pembeli yang tidak puas? Mungkin saja. Bisa saja mereka membandingkan situasi dengan saat dia beli di pasar langsung. Atau membandingkannya dengan saat membeli di orang lain. Wajarlah, kan kita tidak bisa selalu menyenangkan semua orang.

One thought on “Persuasif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.