Persetan dengan Ijazah?
Ada email di salah satu milis pengusaha yang saya ikuti dengan subject : “Persetan dengan Ijazah”. Isinya adalah ungkapan rasa kecewa pada situasi umum di Indonesia yang mendewakan ijazah dibandingkan kemampuan padahal dalam dunia nyata, kemampuan justru lebih banyak berguna dibandingkan secarik ijazah. Pendapat ini tentu saja menuai pro-kontra dari member milis yang meresponnya dengan berbagai argumen.
Meski terlihat benar, antara lain diungkapkan dalam kalimat “Bukannya benci sama pendidikan, tapi benci sama mahalnya pendidikan dan sistem IJAZAH sebagai parameter untuk berbagai hal, seperti melamar kerja pegawai negeri atau swasta, untuk meneruskan jenjang sekolah, berbagai lomba keilmuan dan masih banyak hal”, pendapat ini punya kesalahan fatal, yaitu melakukan generalisasi pendapat.
Benci pada mahalnya pendidikan dan benci pada sikap yang mengagungkan ijazah memang sesuatu yang baik, apalagi bila direlasikan dengan kemampuan di dunia nyata, namun tentu juga jadi tidak benar jika semua hal terkait dengan ijazah dianggap sebagai persetan.
Sama halnya dalam semua aspek kehidupan, ada sisi baik dan ada sisi buruk. Ijazah kacangan ataupun hasil jual beli tanpa disertai kemampuan memang patut dihindari, namun kita juga tidak bisa beranggapan bahwa semua ijazah tidak diperlukan dalam segala hal. Ijazah memang tidak mesti diagungkan dan didewakan namun jika ditempatkan secara proporsional, ijazah bisa menjadi dokumen awal untuk mengecek kemampuan seseorang.
Apakah dengan demikian berarti peluang seseorang yang tidak berijazah akan tertutup? Tentu saja tidak. Ijazah memang penting sebagai bagian dari pencapaian dan hasil proses pembelajaran namun juga bukan harga mati yang menentukan sukses atau tidaknya seseorang.
Bagi seseorang yang memiliki ijazah, lengkapi ijazah itu dengan kemampuan dan jadikan sebagai passport untuk memperluas wawasan, sedangkan bagi yang tidak memiliki ijazah, jadikan ketiadaan itu sebagai upaya untuk memacu dan membuktikan diri bahwa kemampuan tidak semata-mata ditentukan oleh ijazah. Selagi ada kesempatan meningkatkan pendidikan, kemampuan dan wawasan, kejarlah upaya itu sebaik-baiknya, namun jika kesempatan belum terbuka, jangan putus asa untuk tetap meningkatkan kualitas diri.
Saya berpendapat Ijasah=Amanah dari Orang Tua, Ketika kuliah dulu saya sempet berpikiran untuk keluar tidak menyelesaikan kul, saya berpikir hal yg sama persetan dengan Ijasah, saya bisa meraih masa depan tanpa ijasah. Hingga bapak kos saya waktu itu menasehati saya bahwa menyelesaikan kuliah ,memberikan ijasah kepada ortu adalah sebuah amanah dan yg namanya menyelesaikan amanah adalah hal yg tak ternilai..
Apakah kelak Ijazasah kita ada gunanya atau tidak itu urusan ntar yg penting kita mampu menyelesaikan amanah tersebut
wah bener juga nih mas brow yang diatas, ijazah = amanah ortu , biasanya sih emang yang dilihat pertama kali ya ijazah nya, jadi ………………………….
serem nih judulnya.
tapi mau gak mau, emang ijazah jadi nomer satu di negeri kita
@Aria,
Thanks buat share-nya. Cara pandang yang berbeda tapi menambah wawasan saya
@Patah, sebagai motivasi tambahan bagus memandang ijazah sebagai amanah, asal jangan mengorbankan waktu dan masa muda untuk sekedar menyenangkan ortu. Biar bagaimana, ortu ingin kita sukses dan bahagia, siapa tahu mereka akan turut senang jika kita kita tetap sukses dan bahagia meski menempuh jalan hidup berbeda
@Home Plan, kenyataannya demikian tapi kita harus tetap mampu mencerna dan memilah kebaikan antara berijazah dengan tidak berijazah.
Terima kasih mas vavai sudah diingatkan untuk tidak menggeneralisasi, tulisan versi lengkapnya saya rekam di blog saya. http://arizuchri.wordpress.com/2011/08/09/persetan-dengan-ijazah/
Tapi kenyataannya “Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina” sudah berubah menjadi “Tuntutlah Ijazah yang penting bisa kerja”.
memang saat ini ijasah memang selalu menjadi tolak ukur untuk mencari pekerjaan.kalau tidak ada ijasah selalu tidak lolos dari administrasi.ya mungkin kalau yang mampu itu sih mudah – mudah saja.mereka tinggal kuliah dan dapat ijasah.tapi bagaimana kalau yang tidak mampu.mereka akan kehilangan kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.padahal mungkin kemampuan mereka lebih baek dari yang punya ijasah..
Judulnya provokatif bos..hehe Kalo menurut aku sekolah/kuliah itu memiliki dua dimensi yaitu sosial dan pribadi. Sebagai dimensi sosial kita butuh ijasah maksudnya untuk pembuktian kepada orang tua yang telah membiayai dengan jerih payah dan lain-lain. Sedangkan untuk dimensi pribadi sekolah ga butuh ijasah karena seorang pribadi lebih membutuhkan ilmunya dibanding ijasahnya untuk menyokong masa depannya.. thanks 😀
Kalo saya sekarang, saya ganti judulnya : Permalaikat dengan Ijazah… 🙂
Dulu saya termasuk orang yang punya pendapat dengan Judul : Persetan dengan Ijazah… 🙂
Tp… seiring dengan waktu.. ternyata saya salah dengan menggeneralisir permasalahan ijazah. Tp mumpung belom telat dan saya terlanjur lahir di Indonesia… akhirnya saya menjadi orang-orang yang termasuk pemburu Ijazah.. tidak hanya formal, tapi informal.. bukankah sertifikasi2 professional macam CCNA dan juga termasuk sertifikasi trainingnya mas Vavai juga ber-Ijazah ?
Dan saya setuju banget sama paragraph terakhirnya mas vavai…. !