Pernak-Pernik & Pengalaman Pribadi Seputar Ramadhan-Bagian 1
Catatan : Tulisan ini draftnya sudah saya tulis sejak 1 tahun yang lalu. Belum saya publikasikan saat itu karena tulisan ini tidak selesai-selesai, mungkin karena semangat saya dalam menulis seperti ungkapan βal imanu yajidu wa yanqusu, yajidu bit tha’ah wa yanqusu bil ma’siahβ. Semangat menulis turun naik seperti kadar keimanan π
*****
Sewaktu kecil, gw pikir sahur itu “saur-saur nasi keudara” alias melempar-lempar nasi ke udara. Waktu kecil gw memang termasuk copo, jadi nggak begitu ngerti apa yang dimaksud dengan sahur. Lha shalat tarawih saja mau ikut karena bisa jajan makan opak (sejenis kerupuk tapi keras dan pipih) π
Setelah beranjak dewasa dan masuk sekolah, mulailah gw berpuasa. Bukan karena apa-apa, disekolah selalu ditanya pak guru/bu guru, “Anak-anak, siapa yang tidak berpuasa?”. Meski tadi pagi sebelum berangkat sekolah gw makan dulu, gw tetap diam berlaga tak berdosa meski hati terasa gemetar. Ternyata ada salah satu anak yang mengacungkan tangan. Duh, bodoh juga ya dia, pikir gw waktu itu. Sewaktu ditanya, dia bilang nggak puasa karena bangun kesiangan. Akhirnya dia disuruh lari keliling lapangan 5 putaran sebagai ganjaran tidak berpuasa.
Melihat orang lain dihukum karena jujur bilang nggak berpuasa padahal gw sendiri nggak puasa membuat gw merasa bersalah. Perasaan bersalah itu gw pendam hingga dewasa kelak dan akhirnya membuat gw memutuskan untuk menulis posting ini, hehehe… Minimal posting ini sebagai pengakuan bahwa dulu waktu kecil bisa-bisanya gw bohong soal berpuasa hanya karena malu sama teman-teman.
Puasa dimasa kecil terasa berat sehingga enyak (nama panggilan ibu gw) meminta gw belajar puasa alias puasa setengah hari alias buka Dzuhur. Nah waktu itu gw salah kaprah. Puasa sampai siang, begitu siang langsung makan hingga perut kenyang dan terus ngemil sampai menjelang Maghrib. Pas ditanya, “Lho, kok nggak puasa, Vai?”, gw jawab : “Puasa kok, cuma buka Dzuhur…”. Halah, gw malah diketawain, ternyata yang dimaksud buka Dzuhur adalah berbuka saja di waktu Dzuhur, setelah itu berpuasa lagi. Gw pikir buka Dzuhur ya berbuka diwaktu Dzuhur setelah itu bebas merdeka makan dan minum apa saja.
Pernah disatu waktu, perut rasanya sudah lapar sekali padahal jarum jam menunjukkan angka 11.30. Dengan asumsi waktu Dzuhur jam 12, masih butuh 30 menit buat si jarum jam membolehkan gw berbuka puasa. Untuk mengisi waktu, gw main sepeda keliling kampung diwaktu terik panas. Rasanya sudah lama sekali gw keliling-keliling hingga pusing tujuh keliling, sewaktu kembali ke rumah dan melihat jam, jam menunjukkan waktu Dzuhur masih 20 menit lagi. Astaga, ternyata baru 10 menit berselang dari waktu keluar naik sepeda. Entah kenapa jarum jam juga malas merangkak diwaktu puasa Ramadhan π
Salah satu yang membuat saya (capek juga menulis ala Alay untuk 2 huruf) kuat berpuasa diwaktu kecil adalah rasa malu. Waktu kecil saya dianggap alim (anak baik, suka mengaji dan menodong ibu π ) jadi reputasi bisa tercemar kalau saya nggak berpuasa. Rasa sungkan itu ternyata bermanfaat secara positif membuat saya bisa puasa 1 hari penuh sampai maghrib.
Jika di hari biasa saya mandi 2X dipagi dan sore hari, diwaktu puasa Ramadhan saya bisa mandi 3 atau 4 kali. Pagi mandi selepas imsak dan menjelang shalat Shubuh. Siang mandi menjelang Dzuhur, mandi lagi menjelang Ashar dan mandi berikutnya menjelang maghrib sampai-sampai ada teman yang bilang,”Cieee, mandi terus, sambil menyelam minum air ya”, hehehe…
Dulu di Tambun ada kegiatan menarik, yaitu banyaknya orang yang berolahraga diwaktu Shubuh dan anehnya, justru disaat bulan Ramadhan. Jadi selepas Shubuh, banyak yang jogging atau jalan pagi sehingga jalan didepan rumah ramai sekali. Saya biasanya ikutan jalan sambil membawa petasan. Bertemu dengan teman-teman dan menyulut petasan mengagetkan orang-orang yang jogging. Kadang saya heran juga melihat orang yang pada olahraga jogging, apa nggak kehausan nanti diwaktu pagi menjelang?
Sayangnya, diwaktu Ramadhan para guru juga jadi kreatif. Anak-anak sekolah seperti saya diminta membuat catatan ceramah imam saat shalat taraweh, tanda tangan imam sewaktu shalat shubuh dan tanda tangan imam+ceramah khatib saat shalat Jum’at. Kreatifnya guru ternyata menambah pekerjaan buat anak sekolah seperti saya, π
Saat shalat taraweh biasanya kami mengecek siapa yang jadi imam. Ada kakek tua yang jadi imam, kalau membaca al qur’an suaranya bergetar. Dasar bandel, hal tersebut bukannya membuat kami ikutan bergetar, melainkan malah jadi jengkel. Tiap kali kakek tua itu yang jadi imam, pasti shalat tarawehnya jadi lama. Adakalanya dikami masih shalat taraweh, ditempat lain malah sudah pulang. Akibatnya kami sering rusuh, kalau ruku main seruduk dengan teman sedangkan saat sujud sengaja menggebrakkan tangan ke lantai. Akhirnya imamnya marah, dia mengancam tidak mau tanda tangan. Ancaman tersebut cukup efektif karena membuat kami khawatir tidak dapat tanda tangan π
Nanti saya lanjut lagi dengan kisah semasa remaja, yang ada kisah romantisnya di bulan Ramadhan π