Penghidupan…

Saya ingin cerita sedikit, kisah nyata, yang saya temui beberapa waktu yang lalu.

Saat saya ke rumah orang tua saya sekaligus main ke kebun markas Taman Bacaan Excellent, saya mendapat kabar mengenai tetangga satu kampung.

Isterinya didiagnosa sakit gagal ginjal. Mesti cuci darah secara rutin 2 kali seminggu. Diantar oleh suaminya yang bekerja tidak tetap. Karena beban pekerjaan sebelumnya yang cukup berat ditambah lingkungan kerja yang kurang sehat, suaminya sendiri didiagnosa TBC dan pernah sampai batuk/muntah darah.

Anaknya yang paling besar baru lulus sekolah menengah. Untuk meringankan beban orang tuanya, dia berusaha melamar pekerjaan. Karena masih suasana awal tahun yang baru lalu, banyak perusahaan yang belum membuka lowongan baru. Jadi sambil menunggu hendak melamar pekerjaan, dia menyambi bekerja menjadi driver ojek online.

Ilustrasi Kehidupan. Image by PublicDomainPictures from Pixabay

Suatu hari, ibunya berangkat cuci darah diantar sang bapak. Saat menunggu perawatan tersebut, si bapak tiba-tiba menerima telepon yang didahului dengan kalimat, “Bang, jangan kaget ya…”

Si bapak tentu saja was-was. Ada apa? Ternyata ia dikabari kalau anaknya yang menyambi bekerja sebagai driver ojek online kecelakaan. Awalnya dikira kecelakaan jatuh atau terserempet atau lecet saja, ternyata kecelakaan terlindas mobil pada bagian paha dekat perut. Kecelakaan berat yang membuat siapapun yang melihat sampai tidak tega untuk menyampaikan beritanya.

Anaknya bisa diselamatkan, namun perlu perawatan intensif. Dengan kondisi anggota keluarga banyak yang sakit, tentu saja kecelakaan terhadap anak mereka menjadi tambahan berita yang menyedihkan. Saya mendengar cerita mereka harus mondar-mandir ke rumah sakit, menunggu lama karena menggunakan layanan BPJS, pernah mondar-mandir ke RSCM menunggu sejak pagi dan baru mendapat kabar disore hari, sampai tidak mampu menyewa ambulance (karena anaknya hanya bisa berbaring tidak bisa duduk tidak bisa berdiri sehingga harus menggunakan brankar). Menyewa grab atau gocar bisa saja namun tidak sefleksibel menggunakan ambulance.

Saat duduk disamping anak yang kecelakaan ditemani bapaknya yang bercerita, saya hampir tidak mampu membayangkan perasaan keluarganya. Saya tidak bisa berkata-kata meski akhirnya hanya bisa mengucapkan beberapa kata menghibur. Sang bapak selisih umur dengan saya beberapa tahun dan mendengarnya bercerita detail dengan cukup tegar membuat saya hanya bisa menahan sedih didalam hati.

Karena lama tidak beredar di kampung tempat saya dilahirkan, anaknya sendiri tidak mengenal saya. Dia bahkan sempat bertanya, “Memangnya bapak ini siapa?”. Isterinya juga kemungkinan tidak mengenali saya. Saya mengenal mereka karena jika diurutkan kami masih bersaudara. Apalagi orang tuanya saya hormati karena sempat menjadi tokoh pendidikan.

Jika kita merasa kehidupan kita masih penuh kekurangan dan merasa iri dengan orang lain yang penghidupannya jauh lebih baik daripada kita, sebaiknya kita juga perlu menyadari ada orang lain yang tetap tegar meski kondisinya tidak dalam posisi berlebihan.

Dari hati dan perasaan saya, saya berdoa agar keluarga yang sedang mendapat cobaan diberkahi kesabaran dan ketegaran serta jalan keluar yang baik dari musibah yang dialami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.