Pendapatan di Masa Pandemi : Sukuk dan Dividen

Saat situasi ekonomi kurang baik dan bisnis mengalami tantangan, apa yang bisa tetap membantu menghasilkan pendapatan? Jawabannya adalah : multi source income. Pendapatan dari berbagai sumber.

Contoh yang pertama adalah kupon pendapatan dari Sukuk/Obligasi Pemerintah. Nilainya memang tidak besar. Ada yang 8 sekian persen, ada yang 7 sekian persen bahkan ada juga yang 6 sekian persen. Itu belum dipotong pajak.

Jika kita membeli sukuk pemerintah sebesar satu juta rupiah, pendapatan kupon per bulan sekitar 5000 rupiah. Iya, goceng saja. Jika kita membeli 10 juta rupiah, pendapatannya sekitar 50 ribu rupiah saja. Kok kecil sekali?

Itu cukup lumayan kok. Jika didepositokan malah lebih rendah. Jika ditabung malah lebih rendah lagi.

Meski tidak besar, judulnya tetap pendapatan. Tetap pemasukan. Jangan membiasakan diri segalanya ingin serba instant. Ingin pendapatan besar dalam waktu singkat. Too good to be true.

Daripada investasi di sukuk, lebih baik saya belikan saham, lebih besar gain/keuntungannya. Iya, kalau untung. Kalau rugi ya nggak bisa ngomong begitu. High return ya high risk. Jangan dipikir itu sebagai komparasi, seolah-olah kalau investasi di sukuk lantas nggak boleh investasi di jenis lainnya.

Daripada di sukuk atau di saham, lebih baik investasi di peer to peer landing (P2P). Lebih besar lagi profitnya. Minimal 12% per tahun. Iya, P2P juga bisa nyangkut, terutama saat pandemi dan bisnis para peminjam mengalami kendala.

Nggak ada habisnya jika mencari usaha atau investasi yang paling aman sekaligus paling besar profitnya. Balik lagi, too good to be true. Kalau nggak hati-hati, nanti fokusnya bukan mencari manfaat melainkan jadi greedy (serakah).

Hasil dari sukuk memang tidak besar, tapi sifatnya hampir tetap. Kecuali pemerintah Indonesia bangkrut, pendapatan dari sukuk akan selalu stabil. Tidak apa-apa nilai pendapatannya kecil, jika yang diinvestasikan cukup besar hasilnya akan besar juga.

Bagaimana caranya bisa besar kalau uangnya sedikit? Ya harus mau berkorban. Sacrifice. Kurangi makan non essensial, agar yang ditabung atau diinvestasikan bisa lebih besar. Bekerja lebih giat, agar pendapatan bisa lebih besar. Mencari pemasukan lain, agar bisa dapat tambahan pendapatan tanpa harus mengganggu pekerjaan utama maupun pendapatan utama.

Saya selalu senang pada kisah orang yang bisa memupuk hal kecil menjadi besar. Saya senang pada kabar, ada penjual kecil yang bisa berangkat haji setelah puluhan tahun menabung. Saya terharu dan terinspirasi, pada orang yang bisa membeli hewan kurban meski harus menabung bertahun-tahun.

Jika investasi 1 juta hanya mendapatkan 5 ribu rupiah kapan kayanya? Jawabannya : lama. Yang dicari itu kaya atau berkecukupan? Meski nggak kaya, tapi kita bisa mencukupi semua kebutuhan, kan nggak masalah. Kalau investasi 1 juta hanya mendapat 5 ribu rupiah, tingkatkan agar nilainya lebih besar. Investasi 2 juta berarti mendapat tambahan 10 ribu rupiah per bulan.

Kalau bisa menabung/investasi 2 juta, harusnya pelan-pelan bisa mencoba menambah hingga 5 juta. Kalau bisa 5 juta, bisa jadi 6, 7 atau 10 juta. Bisa bertambah terus, asal konsisten dan berniat benar-benar.

Lha ini saya nabung hari ini 1 juta, akhir bulan sudah saya ambil lagi 500 ribu. Jadi nggak nambah-nambah. Kalau begitu, pegang prinsip 3 hal, yaitu :

  1. Naikkan pendapatan
  2. Kurangi pengeluaran
  3. Investasikan pada instrumen investasi yang tidak bisa diambil sembarang waktu

Kalau sudah mulai bisa menabung dan berinvestasi, jadikan itu sebagai kebiasaan. Sebagai habit. Cari tahu. Belajar yang banyak. Jangan tergoda keuntungan sesaat.

Oke, saya sudah melakukan investasi pada sukuk atau obligasi pemerintah. Meski nilainya kecil tapi pendapatannya rutin. Lumayan. Ini sekarang saya dapat uang dari kegiatan freelance. Apakah bisa saya investasikan diinstrument lain? Bisa lah. Kan uang kita, mau diapakan ya terserah baiknya menurut kita.

Bagaimana kalau diinvestasikan di saham, apakah berpeluang keuntungan. Iya, berpeluang untung dan juga berpeluang rugi. Bagaimana jika saya maunya untung tapi nggak mau rugi. Ya jangan investasikan.

Saat saya awal mula berinvestasi di saham, saya menggunakan uang hasil freelance. Uang hasil kegiatan online, misalnya pendapatan dari Google Adsense. Nggak banyak tapi ada. Kadang ada yang beriklan di blog saya. Kadang saya mendapat undangan isi seminar dan mendapat honor. Meski tidak besar, uangnya saya kumpulkan.

Pendapatan diluar gaji itu yang saya investasikan ke saham. Saya memilih saham-saham untuk jangka panjang. Bagaimana bisa tahu saham untuk jangka panjang dan aman dan menghasilkan return baik? Ya baca-baca. Karena saya senang membaca, saya mencari tahu lewat bacaan.

Apakah nggak salah pilih? Salah pilih selalu ada. Kalau kamu selalu takut mengambil resiko ya nggak akan kemana-mana. Kan kita bisa mengukur resiko. Kalau saya berinvestasi saham sebesar 1 juta, apakah saya nggak kalut jika minus 50% misalnya? Oh iya, saya kalut. Kalau saya berinvestasi saham 10 juta kemudian karena situasi pandemi sahamnya drop sampai 60 persen, apakah saya nggak pingsan? Oh nggak, karena uang yang saya investasikan memang uang nyasar. Uang pendapatan lain-lain, bukan uang utama.

Apalagi saya sengaja berinvestasi jangka panjang. Saya tidak hendak ambil uangnya dalam waktu dekat. Jadi biar saja sementara waktu unrealized loss, karena masa iya krisis terus menerus bertahun-tahun.

Karena saya simpan di saham, meski kondisinya unrealized loss, saya masih bisa mendapat peluang dari dividen. Nilainya mungkin menurun atau malah tidak ada dividen saat situasi ekonomi kurang baik, tapi dalam kondisi normal, perusahaan yang bagus memberikan dividen.

Saham Astra (ASII) yang saya jadikan contoh screenshot misalnya, itu biasanya harga sahamnya antara 7000 sampai dengan 8000 rupiah. Karena imbas pandemi dan penurunan pendapatan bisnis otomotif maupun lini bisnis lainnya, saham Astra sempat drop hingga 3000an. Artinya kalau beli di harga 7000, saham Astra sempat drop lebih dari 50%.

Sekarang saham Astra sudah agak naik jadi 5000an. Sudah lebih baik tapi bagi yang membeli di harga normal sebelum pandemi, nilainya masih minus. Meski demikian, Astra masih memberikan dividen tahunan. Biasanya setahun 2x. Dividen kali ini tidak sebesar dividen tahun lalu, tapi tetap ada.

Itu dapat dividen 600 ribuan tiap bulan? Nggak, itu setahun sekali atau setahun 2 kali. Nilainya selalu 600 ribu? Ya nggak. Tergantung jumlah lembar saham dan dividen yield. Wah makin banyak istilah makin bingung saya. Kalau bingung cari tahu, baca-baca, nanti pelan-pelan bisa paham.

Sebagai contoh, jika dividen per saham 157 rupiah, jika punya 1 juta lembar saham berarti dapat dividen 157 juta rupiah. Wah mas Vavai punya 1 juta lembar saham Astra? Hahaha, 1 lembar saham Astra 5000 rupiah. Kalau 1 juta lembar saham ya modalnya 5 miliar. Nggak ada segitu.

Itu di screenshot ada detailnya begitu apa mau pamer? Apa yang mau dipamerkan nilainya hanya segitu kok. Apa nggak takut disangka macam-macam?

Jadi begini. Kalau saya baca tulisan, saya senang dengan tulisan yang membangun. Yang memberikan inspirasi. Yang seperti bicara sama saya seperti ngobrol. Yang memberikan contoh riil, bukan contoh di langit-langit. Jadi screenshot itu saya tampilkan sebagai gambaran riil. Kalau investasi saya nilainya besar sekali, saya nggak mau tampilkan, takut nanti malah jadi nggak bagus.

Itu saya tampilkan karena untuk mendapatkan nilai segitu saya butuh waktu bertahun-tahun. Mengumpulkan setiap remah-remah pendapatan. Saya membuat dan menjual buku. Membuat ebook. Menjadi pengajar. Sampai bercocok tanam dan memelihara ikan. Harus sacrifice sampai bisa menabung beberapa puluh dan ratus ribu rupiah yang dikumpulkan.

Meski menderita (tsah), saya senang karena saya nggak diam saja. Saya berusaha bergerak, nggak diam menunggu nasib. Saya tahu orang lain jauh lebih mudah penghidupannya dibandingkan saya. Tidak apa-apa kan rezeki dan nasib sudah ada alurnya. Kan kita nggak perlu iri atau dengki hanya gara-gara orang lain lebih baik penghidupannya.

Kalau kita mau merangkak ke penghidupan yang lebih baik memang harus berkorban. Nggak jajan dulu. Nggak beli barang kebutuhan yang tidak urgent. Menambah peluang-peluang pendapatan. Kan kita bisa berusaha untuk berpikir. Bisa mencari tahu. Bisa tanya-tanya.

Saya sudah kadung kalut, jadi nggak bisa mikir. Alasan saja. Semua orang sepanjang dia masih hidup masih bisa mikir kok. Masya kita mau terus-terusan hidup susah sepanjang masa. Jangan membiasakan diri menyalahkan orang lain, orang tua atau lingkungan. Ada orang yang hidupnya lebih susah dari kita tapi mereka tetap berusaha. Tetap bisa sukses.

Ini saya niatnya menulis soal sukuk dan dividen malah nyasar kemana-mana, hehehe. Maklum, kalau bangun tidur kepagian seperti ini, pikiran jadi lepas jadi mengetik tulisan seperti ngomong berkepanjangan.

Sebagai summary, jika ada kemungkinan untuk menabung dan berinvestasi, usahakan agar bisa menabung. Meski sedikit. Meski hasilnya tidak terlalu kelihatan. Jika kita belum bisa menabung atau berinvestasi, fokus menambah penghasilan dan mengurangi pengeluaran. Agar kita bisa punya ruang gerak. Agar kita bisa berpikir jernih dan bisa memilih jalan keluar yang terbaik.

Karena, hidup kita milik kita, susah maupun senang, kita juga yang menjalaninya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.