Negosiasi : Permintaan Dadakan dan Meeting Offline

Salah satu masalah yang kerap dialami jika kita mengelola perusahaan jasa di Indonesia adalah permintaan dadakan. Sebagai contoh, tiba-tiba ada calon klien yang bilang malam-malam, “Pak Vavai, besok diminta datang presentasi ke kantor ya…”

Dan saya gelagepan harus jawab gimana. Kerapkali yang meminta request dadakan seperti ini dari instansi pemerintah, dimana atasan mereka waktunya terbatas dan perintah pimpinan adalah perintah yang harus dilaksanakan.

Masalah buat Excellent adalah tidak siap jika dadakan. Bukan soal materi presentasinya, melainkan agenda waktu, siapa yang ditunjuk dan apa saja yang harus disiapkan.

Sebagai contoh, agenda pekan depan atau bulan depan biasanya sudah disiapkan dari pekan atau bulan sebelumnya. Karena staff terbatas, otomatis kita harus mengatur waktu, antara memberikan support dan services ke klien yang dimiliki saat ini (existing) dan memberikan presentasi atau penawaran untuk klien baru.

Presentasi itu kadang tidak cukup hanya oleh team sales, karena banyak juga yang butuh penjelasan teknis, misalnya terkait migrasi data, teknik switch sistem dan mekanisme support.

Solusi internal yang dilakukan adalah menambahkan kemampuan teknis dasar ke team sales. Namun hal ini tidak menyelesaikan masalah, terutama jika ada permintaan yang berbarengan waktunya.

Masalah kedua selain soal pendadakan adalah permintaan untuk visit atau datang langsung ke kantor klien. Jika permintaan visit ini dilakukan untuk klien yang sudah deal, itu sebenarnya oke saja. Kendalanya adalah jika permintaan presentasi tatap muka itu dilakukan baru awalan atau overview penawaran. Ada banyak faktor yang harus dipikirkan oleh perusahaan kecil, antara lain terkait biaya transport dan akomodasi, waktu dan tenaga yang harus dialokasikan.

Perjalanan visit di lokasi seputaran Jabotabek saja menguras tenaga dan waktu, selain juga alokasi biaya untuk transportasi dan makan team staff. Perjalanan pergi pulang ke kantor klien di Jakarta bisa menyita waktu setengah hari sendiri. Kelihatannya ini hal sepele, tapi jika tidak dikelola dengan baik, banyak pengeluaran yang terjadi yang bahkan lenyap begitu saja karena projectnya tidak deal.

Orang bisa bilang bahwa ini merupakan resiko pekerjaan, karena kan kita tidak tahu mana opportunity yang akan menjadi pekerjaan dan mana yang gagal. Namun saya pribadi lebih cenderung untuk mengantisipasinya.

Jika klien setuju meeting secara online, ini merupakan pilihan pertama. Meeting online jika dilakukan secara komprehensif malah lebih optimal dibandingkan meeting offline. Hemat biaya, waktu dan tenaga juga. Team yang terbatas juga bisa menyambi kerja.

Meeting offline tidak dinafikan begitu saja, namun meeting offline ini lebih diutamakan untuk tindak lanjut pekerjaan. Misalnya untuk kick-off meeting atau meeting awal membahas pekerjaan. Bukan meeting yang masih ngalor ngidul membahas project mentah yang belum ketahuan ujungnya.

Rekan saya punya pengalaman. Ia punya perusahaan startup dibidang development aplikasi. Calon klien minta ia beberapa kali datang untuk presentasi. Dari Bandung ke Jakarta paling tidak menyita biaya hingga 500 ribu rupiah sekali perjalanan. Klien tidak mau dicharge biaya itu karena kan baru presentasi penawaran. Akhirnya ia memasukkan komponennya kedalam penawaran harga. Namun alokasi biaya itu tidak tergantikan karena projectnya tidak deal.

Jika ada beberapa model project seperti itu, pengeluaran yang tidak perlu jadi semakin banyak. Ini bisa menyebabkan kemacetan disisi cash flow usaha, karena biaya itu pasti sedangkan pemasukan belum tentu pasti.

Jadi jika ada request ke Excellent dan pilihan pertama ditawarkan meeting secara online, itu bukan nggak sopan atau malas, melainkan agar lebih efektif dan efisien bagi kedua belah pihak. Kalau kalian mau langganan ke provider besar seperti AWS atau Azure atau GCP, kan kalian juga tidak bisa sembarangan minta mereka datang kecuali nilai projectnya cukup besar atau ada hal tertentu yang bisa menjadi pertimbangan mereka.

Untuk permintaan dadakan, saya biasanya mengecek apakah secara kesiapan memungkinkan atau tidak. Jika memang memungkinkan dan secara peluang bisnis itu masuk akal (make sense), saya bisa meminta team untuk menyiapkannya. Bisa juga hal tersebut dilakukan dalam menjaga relasi bisnis, bukan semata-mata soal projectnya.

Jika kondisinya tidak memungkinkan, saya akan menyampaikannya baik-baik dan menawarkan opsi lain. Bisa opsi online meeting atau bisa juga reschedule waktu. Ini bukan tanpa resiko, karena ada calon klien yang merasa kurang dihargai jika permintaan mereka tidak diterima apa adanya. Mereka tidak mau meeting online dan juga tidak mau digeser waktu atau harinya. Untuk kondisi seperti ini, ada prinsip dasar yang dipegang di Excellent. Prinsip dasarnya adalah : Tidak semua project harus diambil.

https://www.vavai.com/amp/tidak-semua-project-harus-diambil/
https://www.vavai.com/amp/tips-wirausaha-selektif-jangan-memaksakan-diri-mengambil-semua-project/

Mungkin, adakalanya, deal untuk tidak deal adalah pilihan terbaik bagi kedua belah pihak. Jika itu yang dilakukan, tidak usah merasa menyesalinya, karena bisa jadi itu cara agar kedua belah pihak tetap memiliki relasi yang baik dan dilain waktu baru bisa bekerja sama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.