Mengajari Anak Shalat Berjamaah & Bertanggung Jawab
Tiga hari menjelang lebaran, tiba-tiba Zeze Vavai berkata pada saya saat berbuka puasa,
“Pap, kita shalat taraweh lagi yuk. Sekali lagi juga nggak apa-apa”.
Ramadhan tahun ini shalat taraweh saya memang bisa dihitung dengan jari. Selain karena sakit dan opname di rumah sakit selama hampir 2 minggu, saya juga kerap pulang malam dari kantor klien. Niatan shalat taraweh di rumah tinggal niatan, karena begitu masuk kamar langsung tertidur pulas 🙂
Sebenarnya waktu diajak shalat taraweh, saya masih merasa belum terlalu fit, dalam arti khawatir pada saat taraweh saya nggak bisa mengikuti hingga tuntas, tapi karena Zeze Vavai yang meminta dan saya khawatir mesti menunggu tahun depan untuk bisa shalat taraweh berjamaah di Masjid, akhirnya saya mengiyakan.
Saat sedang mempersiapkan sarung dan sajadah, tiba-tiba Vivian merengek minta ikut. Isteri saya membujuk Vivian tidak usah ikut karena isteri saya sendiri sedang lelah dan tidak berniat shalat taraweh di masjid. Ternyata bujukan dan rayuan isteri saya tidak mempan, sehingga akhirnya saya bilang,”Sudah tidak apa-apa, Vivian ikut papap dan kakak Vavai”.
Isteri saya kurang setuju, khawatir tiba-tiba Vivian bikin ribut atau menangis. Apalagi Vivian perempuan, yang seharusnya beda kelompok shalatnya. Saya sampaikan ke isteri saya, “Tidak apa-apa, Vivian nggak akan menangis atau bikin ribut. Lagian dia masih kecil, baru 3 tahun, ikut duduk disamping papap juga boleh. Nanti kalau Vivian ngambek atau menangis, kita langsung pulang.”
My Dear Rey isteri saya sebenarnya masih kurang setuju, tapi saya yakinkan bahwa Vivian tidak akan merepotkan orang lain. Akhirnya Vivian jadi ikut dengan saya dan Zeze Vavai, sambil dipesan oleh Dear Rey : “Nanti duduknya dibelakang saja, supaya tidak mengganggu orang lain yang shalat berjamaah”.
Sambil bernyanyi-nyanyi, Vivian berangkat ke masjid Riyadul Jannah, yang jaraknya sekitar 50 meter dari rumah saya, dikawal oleh kakaknya Zeze Vavai dan saya. Dijalan saya pesan bahwa Vivian tidak boleh ribut dan kalau sudah capek boleh bilang. Vivian mengangguk tanda mengerti dan tak lama kemudian kami sampai di masjid.
Kami duduk di baris belakang, Vivian duduk dengan kalem tapi dia menolak menggunakan mukena. Meski dibujuk dia tetap tidak mau karena katanya udaranya panas dan gerah. Saya tidak memaksakan diri. Tak lama kemudian muazin mengumandangkan iqamat disusul dengan shalat Isya berjamaah.
Selama shalat Isya, Vivian mengikutinya dengan kalem, meski dia sambil memutar-mutar badan seperti balerina. Meski badannya tidak bisa diam, dia tidak bersuara selama shalat Isya dilakukan. 4 rakaat shalat Isya berjalan dengan lancar disusul dengan do’a bersama.
Jeda waktu antara shalat Isya dengan shalat Taraweh biasanya diisi dengan semacam pengumuman dari pengurus DKM. Nah, mungkin bosan saat menunggu jeda waktu ini, Vivian tiba-tiba berkata pada saya, “Papap, Vivian sudah ngantuk nih, kita pulang saja yuk…”
Saya berpandangan dengan Zeze Vavai dan sama-sama tersenyum. Meski dibujuk Vivian tetap bilang ngantuk sambil matanya dipejamkan dan badannya direbahkan ke saya. Akhirnya saya mengikuti apa maunya dia. Kami pulang selepas Shalat Isya dan sebelum shalat Taraweh. Dijalan pulang, Vivian minta berhenti di sebuah warung, minta beli permen dan cemilan coklat. Untung saya membawa uang di saku jadi bisa membelikannya.
Sampai di rumah, isteri dan ibu mertua tertawa melihat kami pulang sebelum shalat Taraweh, apalagi saat melihat Vivian pulang sambil menggenggam coklat, permen dan cemilan snack.
“Apa ibu bilang juga, pasti dia nggak betah kan..”
Hehehe, saya bilang sama isteri bahwa tidak masalah kami batal shalat Taraweh, yang penting rasa ingin tahu Vivian sudah dituntaskan. Dia juga jadi tahu bagaimana shalat berjamaah dilakukan dan bahwa dia harus bertanggung jawab pada keinginan yang ia sampaikan. Meski kami gagal shalat berjamaah sesuai rencana, kami senang-senang saja karena sedikit banyak ada manfaatnya, minimal kami bisa shalat Isya berjamaah.
Vivian sempat saya cubit pas pulang ke rumah, karena sampai di rumah dia malah lari-larian, jadi tadi bilang ngantuk sambil memejamkan mata sekedar acting dia saja supaya saya merasa simpati, hehehe…
Dibandingkan Zeze Vavai semasa kecil, Vivian masih lumayan. Dulu Zeze Vavai selalu tidur tiap kali ikut saya shalat Jum’at. Kalaupun tidak tidur, dia protes terus, “Papap, itu orang yang ngomong (khatib 😀 ) kok nggak selesai-selesai ngomongnya. Kapan kita pulang nih…”, hehehe…
Pernah juga saat shalat Idul Adha tiba-tiba Zeze Vavai menangis dan hanya mau shalat kalau saya menggendongnya. Saat shalat Idul Adha itu, saya ikutan berdiri untuk shalat dengan Zeze Vavai ada digendongan 😀 . Padahal saat shalat Idul Fitri beberapa bulan sebelumnya, dia mau-mau saja shalat bersama.
Bagi saya, mengajak anak shalat berjamaah sambil mengawasinya sedikit banyak mengajari dia pentingnya bertenggang rasa pada orang lain. Prinsip hidup sederhana, jangan menyusahkan hidup orang lain. Kalaupun sempat gagal, minimal lain kali dia bisa lebih siap.
Sekarang Zeze Vavai sudah besar, sudah 8 tahun dan kelas 2 SD. Untuk urusan shalat dia sudah santai dan bisa mengajari adiknya.