LTSP (Linux Terminal Server Project) Berbasis LinuxMint 17.1 Rebbeca
Komentar singkat : Setingnya mudah, tampilannya keren 😉
Karena komputer klien yang saya gunakan untuk ujicoba punya processor i3-i5-i7 dengan RAM 4-32 GB dengan network gigabit, saya gunakan mekanisme FAT client. Ini berarti semua processing tetap dilakukan disisi klien namun base image ada disisi LTSP Server.
Dulu saya berpikir, buat apa thin dan LTSP kalau harga komputer makin lama makin murah. Asumsi saya ini berubah setelah saya bertemu kembali dengan salah satu mentor bisnis saya yang dulu memberikan inspirasi soal bisnis ke saya. Ia dulu punya kantor interior design di daerah Sudirman kemudian pindah ke daerah Sungai Gerong (dekat UOB Plaza).
Ia sudah sejak tahun 2009 menggunakan LTSP untuk production workstation. Alasan menggunakan LTSP bukan karena spesifikasi workstationnya payah (spesifikasi kliennya rata-rata i5 dengan RAM 8 GB) melainkan untuk fleksibilitas.
Dengan LTSP, tidak perlu instalasi sistem di masing-masing harddisk; bisa centralize management untuk manajemen user, group, update maupun upgrade; processing bisa disisi klien dengan mekanisme FAT client dan secara biaya lebih murah dibandingkan dengan penggunaan mekanisme thin client lainnya.
Yang mengagumkan, ternyata ia pakai openSUSE 11.1 yang basis servernya saya install bersama adik saya :-). Jika dulu (dan sekarang) banyak yang bilang “Linux nggak user friendly“, ternyata penggunanya yang notabene bukan aktivis Linux teteup normal-normal saja menggunakannya
BTW, kalau sample-nya pakai openSUSE, kenapa pula ini saya pakai LinuxMint sebagai screenshot :-P. Maklum saja, ini pas kebetulan tertarik ujicoba LTSP dibeberapa platform dan desktop 😉
Intinya adalah, terminal server/client berbasis Linux ini menarik untuk diimplementasikan, termasuk jika saya hendak menerapkannya sebagai terminal untuk RDP dan untuk simulasi training 😉 atau ada rekan-rekan yang hendak implement di lab sekolah atau di perusahaan masing-masing