Keunggulan Komparatif Luar Jawa
Beberapa waktu yang lalu saya diundang memberikan materi seminar mengenai Technopreneurship alias Wirausaha Berbasis Teknologi (Informasi) di Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
Makassar merupakan salah satu hub dan pusat bisnis terpenting di kawasan Indonesia Timur. Meski demikian, karena peserta seminar berasal dari berbagai daerah, mereka ada yang bertanya pada saya selepas acara seminar, kira-kira ide usaha apa yang bisa dikembangkan ditengah keterbatasan fasilitas, infrastruktur dan lingkungan dibandingkan dengan Jakarta dan sekitarnya
Beberapa hari yang lalu saya juga sempat berdiskusi dengan salah satu rekan dari Curup Bengkulu mengenai sedikitnya peluang untuk mengembangkan aktivitas dan usaha IT di daerah. Peminatnya sedikit, jarang ada yang mau berkumpul untuk diskusi dan mengembangkan ide-ide usaha atau ide berbagi ilmu.
Mungkin pertanyaan-pertanyaan sejenis banyak muncul bukan hanya di Bengkulu dan di Makassar, namun merata di seluruh Indonesia.
Padahal situasi saat ini mungkin sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Dengan ketersediaan listrik dan internet yang relatif merata (kecuali di beberapa wilayah blank spot), peluang untuk mengembangkan ide-ide usaha jauh lebih mudah, peluangnya lebih besar dan didukung oleh lingkungan ecommerce dan jasa pengiriman yang berkembang pesat.
Saya ambil contoh jika kita tinggal di kawasan Indonesia Timur, sudah otomatis mendapat benefit tambahan dalam bentuk bonus waktu kerja. Jika saya bekerja di Makassar, Kalimantan dan sekitarnya, saya bisa mendapat bonus 2 jam kerja aktif. Saat saya memulai pekerjaan di jam 8 pagi Waktu Indonesia Tengah (WITA), rekan-rekan saya di Jakarta baru dalam perjalanan berangkat kerja. Saat saya pulang bekerja misalnya pkl. 17.00 WITA, rekan-rekan saya di Jakarta masih menjalani waktu pkl. 16.00 WIB.
Artinya, jika saya bekerja mengikuti jam mulai di Makassar dan jam selesai di Jakarta, saya mendapat bonus 2 jam kerja tambahan. Jika saya memulai bekerja selepas shubuh di Makassar, misalnya pkl. 05.00 WITA dan selesai bekerja pkl. 18.00 WITA, jam kerja yang lebih panjang ini membuat saya bisa tetap berkomunikasi bisnis dengan rekan-rekan di Jakarta dan waktu Indonesia bagian barat lainnya tanpa harus kehilangan waktu koordinasi.
Itu dari sisi bonus waktu kerja. Belum lagi dari sisi peluang. Di daerah mungkin peluang belum terlihat, itu sebabnya orang malas memulai karena menganggapnya beresiko, padahal justru karena belum ada yang memulai, peluangnya jadi besar sekali.
Saya ambil contoh jika menjual hasil kerajinan atau produk dari daerah. Saya bisa menjual manisan markisa dari Malino, obat gosok dan minyak tawon dari Makassar, kopi, teh dan lain-lain dengan sedikit modal saja
Saya cukup membuka toko online di Tokopedia, Bukalapak, Shopee dan lain-lain. Saya ambil foto yang bagus dan keterangan yang menarik. Saya cukup mengecek harga dan mengambil selisih keuntungan saja. Saat ada yang memesan baru saya proses.
Saya tidak perlu menyimpan stock yang tidak perlu. Saya tidak perlu jago membuat minyak gosok atau minyak tawon atau menggiling kopi atau mengemas teh. Saya bisa beli dari sentra produksi yang ada atau bisa juga bekerjasama dengan tetangga.
Saya tidak perlu punya target muluk-muluk. Misalnya saya cukup berpikir, keuntungan 20-50 ribu per hari sudah cukup untuk menambah uang makan saya sebagai mahasiswa. Saya bisa menambah variasi jenis produk, sehingga jangankan keuntungan 20 ribu per hari, keuntungan 200 ribu per hari atau lebih akan mudah dicapai.
Lain waktu saya tambah dengan pengiriman biji tanaman eksotis. Bumbu-bumbu khas daerah. Kue dan penganan asli daerah. Dan lain-lain.
Saya tidak perlu takut stock saya basi, karena saya proses berdasarkan order yang masuk. Saya tidak perlu menyiapkan modal puluhan juta rupiah, karena saya bisa mendapatkan modal awal dengan skema dropshipper.
Sambil usaha online, saya bisa mengembangkan website berisi informasi daerah. Tempat wisata. Menjadi rujukan saat ada turis yang hendak berkunjung. Saya bisa berikan sentuhan personal, turis yang berkunjung bisa saya arahkan dan kemas kegiatannya. Saya bisa atur tour hariannya. Saya bisa bantu proses administrasinya.
Di daerah Ijen, ada sentra perkebunan kopi. Dulunya harga kopi murah, tiap kali panen posisi tawar petani rendah sehingga taraf kehidupan petani datar-datar saja. Ada salah satu tour guide yang punya ide brilian. Tiap kali mengantar turis ke kawah Ijen, mengapa tidak sekalian saja mereka berkunjung ke sentra perkebunan kopi. Mereka bisa menginap disana, memetik kopi sendiri, menjemurnya, menggilingnya, tidur di homestay rumah penduduk sambil menikmati kopi yang digiling dan diseduh sendiri. Harga kopi meningkat dengan sendirinya, karena yang dijual bukan sekedar harga kopi melainkan pengalaman yang menyertainya.
Di daerah Dieng, manisan Carica itu bukan sejak turun temurun ada. Dulunya Carica jarang dimanfaatkan, karena rasa buahnya aneh dan kalau sudah masak rasanya asam. Daging buahnya bergetah, sehingga kalau dimakan langsung bisa membuat mulut terasa sepat atau malah sariawan.
Namun ada pionir yang melihat peluang. Mencoba membuat manisan. Mungkin tidak langsung berhasil, perlu ujicoba dan studi banding. Sampai akhirnya disempurnakan dan jadilah sekarang manisan Carica sebagai oleh-oleh khas Dieng selain kentang dan Purwaceng 🙂
Jika kesemuanya masih terasa sulit dilakukan, saya bisa bekerja sebagai remote support atau freelancer. Targetnya bukan lagi sekedar Indonesia, melainkan menjadi freelancer atau remote support perusahaan-perusahaan luar negeri. Saya bisa memperbaiki kualitas saya berbahasa asing. Saya bisa meningkatkan disiplin kerja saya. Saya bisa mendapatkan penghasilan dalam mata uang asing yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan peluang lainnya.
Jadi, jangan jadikan daerah sebagai alasan untuk tidak bisa berprestasi. Tidak perlu khawatir jika kita sudah berinisiatif namun belum ada yang menyambut. Adakalanya orang butuh bukti nyata apa yang kita lakukan memang benar-benar bermanfaat.
Setiap kali saya berkunjung ke suatu daerah atau suatu negara, biasanya otak bisnis saya berjalan. Saya kadang melihat dan berpikir, kira-kira apa yang bisa saya kembangkan jika saya tinggal di daerah tersebut. Karena latar belakang saya di dunia IT, saya biasanya menggunakan daya dukung IT untuk merealisasikannya, meski tidak selalu juga harus ada dukungan IT.
Yang penting sekali adalah, kita berpikiran terbuka dan jangan menyerah pada kesulitan. Kita jangan sekedar menjadi konsumen, namun menjadi produsen. Jangan sekedar menjadi passenger, melainkan menjadi “The Driver”. Kita menyetir perubahan kearah masa depan kita yang lebih baik.