Jika Anda Menjadi Sorotan : Rendah Hati & Bertanggung Jawab
Saya kadang gemas melihat sikap para pejabat publik yang tidak memahami kondisi psikologis masyarakat. Mungkin sebaiknya mereka punya bagian humas atau penasihat dari kalangan psikolog yang bisa memberikan saran bagaimana menyikapi suatu kritik secara elegan.
Beberapa waktu yang lalu Menteri Sosial yang berasal dari PKS, Salim Segaf Al Jufri tertangkap basah menerobos masuk jalur Busway, padahal sudah jelas jalur ini merupakan jalur khusus untuk busway, ditambah lagi minggu-minggu belakangan sedang ada penertiban mobil dan sepeda motor yang menerobos jalur busway.
Karena kasus ini melibatkan nama menteri, apalagi menterinya berasal dari PKS yang sering menjadi bahan diskusi ramai di media online, kontan saja hal ini menjadi sorotan. Sang menteri berkilah, mereka sudah mendapat izin dari kepolisian, yang dibantah oleh pihak TMC Polda Metro Jaya.
Karena terus menjadi sorotan, akhirnya sang menteri datang ke kantor Polsek untuk meluruskan hal ini. Ia berkata bahwa ia hanya mengikuti ajudannya saja. Jadi sebenarnya ajudannya yang bersalah karena yang mengarahkan untuk menerobos busway adalah sang ajudan.
Ini yang saya bilang blunder. Orang Indonesia itu pemaaf. Jauh lebih elegan jika sang menteri berkata, “Ya, saya bersalah. Saya mohon maaf sebesar-besarnya, memberikan contoh yang tidak baik dan tidak benar. Saya siap ditilang.”
Cukup. Tak usah beralasan, “Saya hendak mengikuti rapat penting di Istana”, atau “Ini ajudan saya yang mengarahkan untuk menerobos busway”. Tak usah. Ajudan itu bisa diibaratkan rakyat kecil. Pak Menteri bisa kok langsung menegur ajudan saat hendak menerobos bus way. Kalau pak menteri diam saja, dan baru bereaksi saat ketahuan ada yang mengambil foto sewaktu mobilnya menerobos, sifat pak menteri tidak beda dengan kebiasaan umum para pejabat, yaitu menimpakan kesalahan pada bawahan.
Tak usah berargumen soal rapat penting di istana. Karena apa ? Karena rakyat sudah bosan dengan jargon dan dengan eufimisme politik. Kalau sudah tahu jalurnya macet, ya berarti persiapan untuk rapat harus lebih rapi. Rakyat sudah bosan dipinggirkan oleh voorijder, oleh mobil-mobil para pejabat, mobil orang penting atau malah rombongan ibu-ibu arisan yang merasa punya hak menggunakan patroli pengawalan.
Kalau saya jadi bagian humas pak menteri, saya akan menyarankannya untuk meminta maaf secara tulus, menanggung kesalahan yang dilakukan oleh bawahan. Percayalah, orang Indonesia itu pemaaf. Kalau ada pejabat yang secara ksatria minta maaf, tidak melemparkan kesalahan pada orang lain, tidak berargumen ini itu sebagai alasan pembenar, niscaya mereka mengapresiasi permintaan maaf itu.
Saran saya untuk para pejabat publik, mintalah saran para professional dibidang kehumasan, bagaimana menyikapi kritik secara proporsional dan elegan, kecuali anda mau menjadi bulan-bulanan konsumsi media.
tapi kalau ga salah emang banyak kok menteri yg menggunakan jalur busway utk menerobos kemacetan.