Jangan Melawan Kemajuan Jaman : Cara Pandang Terhadap ChatGPT

ChatGPT adalah topik kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang paling populer saat ini. Jika kita hidup di era sekarang ini dan kita tidak mau mendengar sama sekali urusan mengenai ChatGPT, mungkin ada baiknya mulai berubah pikiran.

ChatGPT adalah tools dari OpenAI berupa aplikasi chat (tanya jawab) yang bisa memberikan berbagai macam jawaban yang relatif reasonable. Kamu mau tanya berbagai macam pertanyaan dan dalam waktu singkat bisa mendapat jawabannya.

Mau bertanya soal investasi untuk pensiun? Bisa kok. Mau bertanya mengenai pelajaran matematika? Bisa kok. Mau tanya soal tata cara menanam pohon buah tertentu juga bisa. Bahkan ChatGPT bisa ditanya mengenai bahasa pemrograman dan bisa memberikan contoh coding yang sesuai. ChatGPT juga bisa memberikan penjelasan untuk baris-baris coding yang sukar dipahami.

Saya bersama puteri bungsu saya Vivian pernah meminta ChatGPT membuat cerita mengenai sebuah rumah di tepi hutan dan ChatGPT bisa membuatkan cerita yang menarik mengenai sebuah rumah di tepi hutan, dengan alur cerita yang bagus dan natural.

Banyak dari kita yang menolak untuk tahu mengenai perkembangan teknologi maupun perkembangan jaman terbaru. Sebagian dari kita memilih untuk tidak mau tahu, dengan alasan : “Saya bukan orang IT”, “Saya nggak mengerti soal itu”, “Saya mah nggak sekolah…” dan banyak lagi alasan sejenis.

Padahal ChatGPT bukanlah soal IT. ChatGPT memang product IT namun penggunaannya justru tidak native di IT.

Kalau kita adalah orang tua yang kerap ditanya mengenai PR (Pekerjaan Rumah) oleh anak-anak kita yang masih bersekolah dan kita sudah lupa banyak hal mengenai pelajaran itu, kita bisa kok bertanya pada chatGPT.

Saya kerap copy paste pertanyaan matematika atau IPA yang menjadi PR Vavai dan Vivian dan saya bisa mendapatkan jawaban atau clue jawabannya dari si ChatGPT.

Kalau saya ragu mengenai tata cara beternak atau menanam sesuatu, saya bisa minta panduan dari ChatGPT mengenai prosesnya.

Berbeda dengan pencarian di Google atau Bing yang harus memilah dan memilih, jawaban ChatGPT sudah lebih terstruktur dan kita bisa langsung membacanya.

Saya membaca beberapa berita bahwa ChatGPT belum bisa ini belum bisa itu. Bahwa ChatGPT belum bisa menggantikan Search Engine. Ada juga berita yang mengkhawatirkan jawaban salah atau jawaban palsu di ChatGPT. Petinggi layanan search engine mereduksi kehadiran ChatGPT dengan alasan, “Jawabannya tidak dapat dipertanggung jawabkan”.

Bahkan ada juga rekan-rekan yang membandingkan akurasi ChatGPT dengan kondisi seharusnya dan bahwa ChatGPT bisa memberikan jawaban yang salah.

Dan disitulah menurut saya, titik kritis dan titik pangkal cara pandang kita terhadap teknologi atau kemajuan jaman.

Dalam bahasa singkat, ada 2 tipe cara pandang terhadap teknologi dan kemajuan, yaitu cara pandang Pesimis dan cara pandang Optimis.

Orang yang pesimis akan selalu mencari titik lemah dan kejelekan dari teknologi atau kemajuan jaman itu. Bahwa ChatGPT memiliki kelemahan ini dan itu, bahwa masih banyak kekurangan disana-sini, bahwa masih banyak jawaban yang kurang tepat dan lain-lain.

Alasan pertimbangan pesimis ini bisa bermacam-macam. Bisa karena memang riil hasil analisa namun bisa juga dilandasi perasaan khawatir atau perasaan terancam.

Jika kamu guru atau dosen dan senangnya memberikan materi teoritis, murid atau mahasiswa kamu bisa dengan mudah memberikan jawaban yang komprehensif dengan bantuan ChatGPT. Bisa jadi sebagai guru atau dosen merasa ChatGPT sebagai ancaman dan melarang penggunaan ChatGPT untuk menjawab pertanyaan, tugas atau PR.

Jika kamu berprofesi sebagai penulis atau wartawan dan merasa sudah cukup banyak pengalaman, mungkin akan merasa bahwa ChatGPT tidak akan bisa menggantikan pekerjaan karena ChatGPT hanya mesin tidak punya sense of human interest, sehingga cerita, tulisan, buku atau ulasan yang ditulis menggunakan ChatGPT tidak akan bisa mengalahkan kualitas tulisan yang dibuat manual.

Padahal, komentar sejenis pernah juga kita dengar saat awal-awal kehadiran kamera digital. Bahwa kualitas foto menggunakan kamera digital tidak sebagus kualitas kamera analog. Bahwa biar bagaimanapun, kamera analog tetap lebih unggul segalanya daripada kamera digital.

Jika dilihat sekarang, berapa persen pangsa pasar kamera analog dibandingkan dengan kamera digital?

Saya pribadi lebih memilih untuk menjadi orang yang optimis pada perkembangan teknologi dan kemajuan jaman. Optimis bahwa kemajuan jaman itu bisa berdampak positif bagi kemudahan kehidupan. Optimisme ini tidak berarti menutup mata pada kekurangan yang ada. Kita menyadari semua hal baru sangat mungkin memiliki kekurangan namun kita juga harus menyadari bahwa kekurangan itu tidak menafikan manfaat positifnya.

Saya lebih memilih untuk ”riding the technology”, bukan menjadi korban teknologi. Saya memilih untuk melihat manfaat positif dari teknologi dan perkembangan jaman dan memikirkan kemungkinan manfaatnya bagi kehidupan dan pekerjaan.

Suka atau tidak suka, kemajuan jaman akan terjadi. Kalau istilahnya Jack Ma, “No matter you love or hate the technology, it’s exist and it’s been here”, kira-kira begitu ucapannya di salah satu video motivasi.

Kata Jack Ma, “Saat dulu ada mesin uap, banyak orang yang takut pekerjaan tradisionalnya diambil alih. Saat dulu ada listik, banyak orang yang takut kehilangan pekerjaan. Benar, kehilangan pekerjaan terjadi. Benar, ada orang yang pekerjaan tradisionalnya diambil alih. Tapi lebih banyak lagi peluang pekerjaan baru yang tercipta dari teknologi baru itu…”

Stay Hungry, Stay Foolish. Tetap Semangat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.