Excellent Insight Day #26 : Mencari Jati Diri dan Menyiasati Rasa Minder

Rasa minder adalah salah satu perasaan yang paling sering saya alami. Ada banyak penyebab yang membuat saya minder. Misalnya, kenyataan berasal dari kampung, tidak bisa mengucapkan huruf “R”, berasal dari keluarga kebanyakan, Tidak langsung kuliah selepas SMA, Kuliah hanya di sekolah tinggi lokal, tidak fashionable, tidak adaptable dan lain-lain dan lain-lain.

Insight ini adalah kisah saya berusaha menyiasati rasa minder. Semoga bermanfaat dan selamat membaca.

Apakah seseorang harus serba bisa dan serba mahir segalanya agar bisa sukses dalam kehidupan? Apakah ketidakbisaan pada satu hal akan langsung menutup rapat semua pintu kesempatan?

Dulu saya selalu tertekan jika tidak bisa sesuatu, namun sekarang perasaan itu bisa diakomodir tanpa ada rasa luka dihati.

Saat SD, saya selalu tertekan jika ada permintaan untuk menyanyi diatas panggung atau didepan kelas. Selain saya tidak punya bakat menyanyi (Zeze Vavai dan Vivian akan memilih untuk tertidur pulas jika saya mulai menyanyi, hehehe…), entah mengapa saya selalu down kalau berdiri didepan orang banyak, apalagi jika berdiri diatas panggung.

Saat menjadi salah satu pengisi acara panggung hiburan kenaikan kelas sewaktu saya kelas 4 SD, saya ikut bermain dalam sebuah acara drama komedi. Drama tersebut menguras tawa penonton bukan karena kelucuan dialognya, melainkan karena saya salah tingkah diatas panggung. Saya baru naik panggung saja, penonton sudah tertawa terbahak-bahak. Lha, memangnya wajah saya wajah yang patut ditertawakan. Cukup ganteng kok, hihihi… Alhasil, drama tersebut jadi berantakan karena saya lupa total dialog yang sudah capek-capek saya hapalkan.

Sewaktu SMP, saya tertekan karena disaat teman-teman sudah bicara soal film-film di RCTI (waktu itu TV swasta pertama dan satu-satunya, baru beredar di Jakarta dan sekitarnya, mesti pakai antena khusus / decoder untuk menerimanya), saya hanya diam saja karena saya memang tidak punya TV yang bisa menangkap sinyal RCTI. Sedih amat ya :-). Disaat teman-teman bicara soal Mac Gyver atau Air Wolf atau Knight Rider, saya hanya asyik mendengarkan karena saya tidak punya bahan untuk diceritakan. Kadang saya mengungsi kerumah family yang memiliki TV yang dapat menangkap sinyal RCTI untuk menonton film favorit tersebut agar memiliki bahan untuk diceritakan.

Ketika SMP pula-saya bersekolah di SMPN 1 Tambun – Bekasi, guru fisika saya mengatakan sesuatu yang melukai hati saya dan membuat saya tidak respek padanya. Sewaktu dia mengajar, dia bercerita soal kabut didalam kulkas. Saya mendengarkan sambil mengangguk-angguk, ingat kulkas di rumah yang memang menghembuskan kabut dingin jika dibuka. Melihat saya mengangguk-angguk, dia berkata, “Vavai, memangnya kamu punya kulkas?”. Geeer, semua teman saya tertawa tapi saya tidak. Mungkin maksud sang guru sekedar bercanda tapi roman mukanya lebih kepada rasa sangsi bahwa saya punya kulkas. Ada kesan yang sulit ditepis bahwa dia menyepelekan saya…

Saya terluka saat itu, namun saya berketetapan dalam hati bahwa saya akan tunjukkan pada dia bahwa anggapan dia itu salah. Yang jelas, saya tidak pernah akrab pada dia, tidak seperti keakraban saya pada Pak Supringadi guru Bahasa Indonesia yang memberikan support pada saya saat saya menjadi pemred Mading atau Pak Yudhi Syafarman guru Bahasa Inggris yang mempercayai saya dalam hal pelajaran bahasa Inggris atau pak Slamet Supriadi yang menjadi pembina OSIS dan memberikan nasihat-nasihat yang membangun. Saya masih ingat nama-nama mereka karena jasanya pada saya.

By the way, Itu sudah masa lalu. Mungkin orang bisa bilang bahwa saya pendendam padahal memang :-D. Eh nggak ding. Saya tidak ingin menjadi pendendam. Kalaupun hati saya pernah terluka, itu adalah bagian dari upaya saya menjalani hidup dan belajar untuk dewasa :-).

Saat saya SMA, saya menjadi minder kala teman-teman kelas saya asyik dengan dunia band. Rasanya menjadi orang paling kuper sedunia karena saya tidak berbakat pada musik. Saya senang dengan piano atau organ dan pernah beberapa kali menggunakannya tapi kesukaan saya justru bukan itu. Saya lebih suka mata pelajaran eksakta, komputer dan sejenisnya. Saya tidak pernah menekuni musik karena merasa tidak memiliki bakat dengan musik.

Dari sekian pengalaman, satu hal yang menolong saya untuk tetap berdiri dengan kepala tegak adalah sisi akademis saya. Meski tidak selalu rangking 1, saya tidak pernah lewat dari 5 besar dari SD hingga SMA. Sewaktu SMP saya tidak pernah lewat dari posisi 1-2-3 dan sewaktu SMA saya malah sempat menjadi juara kedua untuk kelas IPA Fisika/A1. Juara kedua di kelas Fisika ini membanggakan karena bisa jadi saya juara 1 dikelas lain mengingat kelas Fisika biasanya menjadi kumpulan siswa dengan ranking baik di tahun pelajaran sebelumnya.

Selepas SMA dan sering main keberbagai tempat (Hiking), barulah saya menyadari bahwa orang tidak perlu menjadi bunglon untuk bisa sukses dan untuk bisa berhasil. Ada orang yang dilahirkan dengan berbagai kelebihan tapi itu tidak menjamin keberhasilan dalam hidup. Ada orang yang biasa-biasa saja tapi disukai banyak orang dan hidupnya tidak pernah kesusahan. Jika ada orang yang pandai bermain musik, itulah kelebihan dia. Kita tidak perlu jumpalitan memaksakan diri untuk bisa semahir mereka dalam bermain musik. Jika ada rekan yang pandai dalam olah raga, itulah kelebihan dia dan kita tidak perlu iri pada kelebihan tersebut. Semua orang pasti punya kelebihan, tinggal dia tahu atau tidak dan menyadari atau tidak kelebihannya itu.

Jika sewaktu SD saya sering gemetar diatas panggung atau bicara dihadapan orang banyak, sekarang saya bisa dengan leluasa menjadi pembicara dalam seminar. Ya memang seminar kecil-kecilan yang dihadiri 20-100-an orang tapi ini cukup melegakan saya jika saya ingat kekhawatiran saya saat masih kecil. Saya juga tidak minder lagi karena saya yakin saya punya kemampuan dan tidak semua orang memilikinya.

Ternyata minder itu soal mindset. Soal perasaan. Soal cara pandang kita pada diri kita sendiri. Tak mungkin seseorang dilahirkan tanpa kelebihan dibandingkan orang lain. Persoalannya adalah mengetahui dan mengelola kelebihan itu. Ingat selalu bahwa dunia terdiri dari orang yang beraneka ragam. Jika semuanya memiliki kemampuan yang sama, homogen dalam segala hal tentu tidaklah indah.

Buat apa kita menonton pertunjukan musik kalau semua orang jago bermain musik? Jika kita tak pandai bermain musik, mungkin kita bisa menjadi seorang pendengar musik yang baik. Jangan takut pada ketidakmampuan diri sendiri. Mungkin kita tidak berbakat pada satu hal namun masih ada banyak hal dimana kita memiliki kelebihan dibandingkan dengan yang lain. Dokter yang populer misalnya, mungkin saja bukan dokter yang memiliki kemampuan teknis yang luar biasa, yang pandai melakukan operasi dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Bisa saja dokter populer tersebut terkenal karena ia selalu mengapresiasi pasiennya. Ia berempati, ia mau mendengarkan keluhan pasiennya, sesuatu yang sulit bagi orang lain karena kecenderungan orang adalah meminta orang lain mendengarkan mereka.

Jangan selalu memandang kekurangan. Wajah tidak cantik, penampilan tidak ganteng mungkin saja membuat kita tidak percaya diri, namun lihatlah banyak orang terkenal, banyak artis terkenal, banyak ilmuan terkenal, banyak orang yang sukses yang tidak semuanya harus berwajah ganteng atau cantik. Bukankah banyak kejadian dimana orang dengan wajah biasa-biasa saja justru mendapatkan pasangan yang cantik atau ganteng? Meski ini terdengar klise, seperti baper dan menjadi pembenaran, ada banyak kok buktinya, hehehe…

Jangan pernah minder dan jangan putus asa. Minder dan putus asa hanya membuat sulit kehidupan kita sendiri. Bukan orang lain yang menuai kesulitannya. Susah dan senang dalam hidup, kan kita juga yang menjalaninya.

Referensi Artikel :

  1. Tiap Orang Punya Kelebihan dan Kekurangan
  2. Tips Sederhana Untuk Atasi Rasa Malu, Minder dan Kurang Percaya Diri

Action :

Buatkan catatan apa saja yang pernah membuat kamu mendapatkan pujian. Apakah ada ciri khas dan kelebihan kamu yang tidak dimiliki oleh orang lain? Meski itu soal kecil sekalipun. Sempatkan membaca link referensi diatas dan resapi saran yang diberikan. Jangan menunggu hingga akhir masa hanya untuk menyadari bahwa ternyata kita minder untuk alasan yang tidak jelas dan untuk hal yang sia-sia.

CATATAN :

Tulisan diatas merupakan bagian dari seri tulisan “Excellent Insight”. Saat ini kumpulan bukunya sudah diterbitkan dalam bentuk  maupun ebook.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.