Excellent Insight Day #20 : Pekerjaan Keren?
Insight kali ini membahas soal ringan saja, yaitu soal pilihan pekerjaan kita. Saat berkunjung ke Thailand beberapa waktu yang lalu, saya sempat berbincang dengan pak Mongkol Choteruamwong, salah satu warga lokal yang mendampingi saya selama di Thailand. Ia sempat bertanya alasan saya memilih model pekerjaan saat ini steelah mendengar saya bercerita tentang Excellent. Jawaban saya singkat :
“Just because everyone else does something one way doesn’t mean you have to do it that way.”
Insight Ini adalah cerita versi panjang dari kalimat tersebut. Selamat membaca.
*****
Beberapa waktu yang lalu saya membaca kabar mengenai pembukaan kantor Google di Jakarta. Sebagai salah satu perusahaan IT terkemuka, Google dianggap sebagai salah satu perusahaan idaman untuk bekerja. Tempat kerja yang menyenangkan, suasana kerja yang nyaman, pekerjaan yang menantang, gaji yang lebih tinggi dari kebanyakan perusahaan IT dan benefit non gaji lainnya menjadikan Google sebagai salah satu tempat bekerja yang menjadi rujukan, baik bagi para fresh graduate maupun bagi yang sudah bekerja.
Dengan segala kelebihan diatas, apakah saya akan tertarik untuk melamar bekerja atau menerima panggilan bekerja di Google? Jawabannya sederhana. Dulu Ya. Sekarang? Tidak!
Eh, emangnya saya mendapat tawaran bekerja di Google? Sebelum disangka begitu, saya infokan diawal : Tidak. Tulisan ini saya buat bukan karena saya ke-pede-an diterima bekerja di Google.
Lantas, mengapa dulu saya mau untuk melamar atau menerima panggilan bekerja di Google? Karena dulu saya bekerja sebagai staff IT di perusahaan. Mindset saya adalah bekerja disebuah perusahaan terbaik dan menyenangkan, tempat saya bisa mengembangkan passion saya dengan tetap menerima benefit terbaik
Mengapa sekarang saya memutuskan tidak meski ditawari bekerja di Google atau di perusahaan lain yang keren? Karena saya menikmati pengalaman lain yang menurut saya lebih menantang dan menyenangkan : membangun perusahaan sendiri.
Tempat kerja yang menyenangkan? Saya bisa membangun sendiri tempatnya. Tidak perlu disediakan oleh perusahaan tempat saya bekerja (eh nggak ding, sekarang juga disediakan oleh perusahaan tempat saya bekerja alias perusahaan sendiri), saya bisa memilih desain maupun bentuk tempat kerja yang saya inginkan. Saya bisa membuat tempat bekerja lain daripada yang lain, dalam bentuk saung beneran dengan kolam ikan dibawahnya dan pohon buah disekelilingnya.
Hah, apa kerennya punya tempat kerja dalam bentuk saung? Bagi saya keren, karena MEMANG INI tempat kerja yang saya inginkan. Saya tidak kerasan bekerja di kantor dengan tembok-tembok membatasi pandangan saya. Dulu saya sempat ditanya, mengapa Excellent tidak menyewa ruko atau lokasi kantor seperti halnya perusahaan lain? Karena bagi saya, kantor Excellent bentuknya harus menyenangkan. Jika perlu kantor Excellent terlihat seperti rumah makan sunda, dengan 1 buah saung ditengah kolam yang semarak oleh bunga teratai dan ikan yang berenang. Saya bahkan bisa menjadikannya sebagai tempat anak-anak bermain dan berkumpul, bagian dari nilai-nilai kebersamaan dengan lingkungan sekitar.
Pada akhirnya memang saya mengalah karena Excellent mulai menyewa sejak 2014 dan mencicil ruko sejak 2017. Meski demikian, saya tetap berniat mengubah bentuk dan suasana kantor Excellent seperti kantor yang memang saya inginkan.
Jika bosan, saya dan team bahkan bisa bekerja diluar kantor, entah itu sambil makan siang di mall, di kantor bersama atau bisa juga di kafe yang menyediakan akses wifi dan musik yang menenangkan dan menyenangkan.
Suasana kerja yang enak? Saya bisa ciptakan juga, saya bahkan bisa tidur siang di jam kerja. Saya bisa menetapkan jam kerja normal, bisa juga memodifikasi jam kerja yang sesuai. Bisa bekerja di hari libur bisa juga libur di hari kerja.
Tantangan bekerja? Membangun perusahaan sendiri malah lebih tinggi tantangannya. Mesti mengatur diri sendiri maupun mengatur team. Kapabilitas diuji bukan hanya untuk pengetahuan yang memang dikuasai melainkan juga mesti berusaha memahami pengetahuan yang lain. Disaat awal, saya belajar akuntansi, perpajakan dan juga mekanisme negosiasi dengan klien.
Ada banyak kekurangan? Ya mesti berusaha menutup dan meniadakannya. Ada banyak kesempatan bisnis hilang karena terlambat merespon? Ya mesti diperbaiki. Terus memperbaiki diri agar bisa meniadakan keluhan klien dan belajar agar tidak mengecewakan klien. Susah dan berat karena adakalanya hal ini tidak bisa terhindar. Dari sini saya bisa belajar mengenai manajemen waktu, sumber daya dan pengelolaan perusahaan.
Beberapa tahun yang lalu saya pernah diminta membantu menjadi team konsultan di Pertamina. Di Indonesia, Pertamina merupakan salah satu perusahaan dengan benefit dan suasana kerja terbaik yang bisa didapatkan di sebuah perusahaan idaman. Tiap kali masuk ke kantor Pertamina, saya berpikir, “Wah, seneng nih kalau bekerja di perusahaan seperti ini”. Saya belajar mengenai bagaimana pola kerja, komunikasi dalam bekerja dan lingkungan kerja.
Meski demikian, saat bertanya ke diri sendiri, “Kamu mau bekerja disini Vai”, jujur saya akui, saya lebih memilih pekerjaan saya sekarang, membangun perusahaan sendiri.
Mungkin suasananya terlihat kurang menyenangkan, mungkin ada hal-hal yang tidak sepadan, namun ternyata nilai kebebasan berkreasi dan beraktivitas mengalahkan minat saya pada gaji besar, jaminan kerja dan stabilitas penghasilan. Saya bangga dan senang beberapa tahun yang lalu saya memilih untuk memulai perjalanan saya sendiri, berwirausaha dan membangun perusahaan sendiri.
Jalannya berkelok dan mendaki
Siapa menanti tak pernah kutahu
Sunyiku pun kekal: menjajah diri
Dan angin pun gelisah menderu
Ah, ingin aku istirahat dari mimpi
Namun selalu kudengar ia menyeru
Tentang jejak di tanah berdebu
Diam-diam aku pun berangkat pergi
Toto ST Radik-Balada Si Roy
Referensi Artikel :
- Why Germans Work Fewer Hours But Produce More: A Study In Culture
- 13 Ways to Do What You Love for a Living
- Here’s How To ACTUALLY Make A Living Doing What You Love
Action :
Baca dan pahami kalimat yang diucapkan oleh Steve Jobs dalam commencement speech di Stanford University :
“If you live each day as if it was your last, someday you’ll most certainly be right.” It made an impression on me, and since then, for the past 33 years, I have looked in the mirror every morning and asked myself: “If today were the last day of my life, would I want to do what I am about to do today?” And whenever the answer has been “No” for too many days in a row, I know I need to change something.
Saya menyebut kata-kata itu sebagai “berlian semua”. Valuable speech. Sayang sekali jika kita menghabiskan sisa hidup kita untuk pekerjaan yang tidak kita nikmati, untuk rutinitas yang kita benci, untuk waktu yang telah lewat yang kita sesali.
Hidup kita milik kita, susah maupun senang, BUKAN orang lain yang akan menjalaninya. Kita sendiri yang akan menjalaninya.
CATATAN :
Tulisan diatas merupakan bagian dari seri tulisan “Excellent Insight”. Saat ini kumpulan bukunya sudah diterbitkan dalam bentuk buku cetak maupun ebook.