Efektifitas Bekerja di Kantor di Jakarta

Setelah 4 tahun bekerja di daerah Tanjung Priok Jakarta Utara, rasa bosan mulai menghinggapi saya. Bosan bukan karena pekerjaan yang kurang menarik atau kurang nyaman melainkan karena waktu yang saya habiskan untuk bekerja kurang efektif dan pengorbanannya terlalu besar.

Dalam sehari saya menghabiskan waktu 3-4 jam untuk perjalanan pergi dan pulang, kadang bisa bertambah jika ada suatu pekerjaan tambahan atau saya terjebak kemacetan. Berangkat menggunakan Jupiter MX dari rumah sekitar pukul 07.00 dan pulang sekitar pukul 18.00 WIB, sangat melelahkan dan meruntuhkan semangat kerja.

11 hingga 12 jam saya habiskan untuk perjalanan dan pekerjaan di kantor. Waktunya menjadi sangat tidak efektif jika dibandingkan dengan peluang kerja yang bisa saya lakukan tanpa harus menempuh perjalanan pergi pulang ke kantor. Transportasi yang menjengkelkan dan tidak ramah pada warga pengguna menjadi alasan lain yang membuat saya jenuh bekerja jauh dari rumah.

Menjadi warga komuter bukanlah pilihan yang menyenangkan. Jika mengendarai sepeda motor, saya harus berangkat pagi dan kemudian bertarung di jalan raya dengan resiko yang tidak kecil. Kadang menjadi luar biasa jika melihat perjalanan pergi dan pulang di jalur padat ini bisa saya tempuh dalam waktu 1 jam atau kurang. Jika sudah mengendarai kendaraan di jalan raya, setiap orang bisa berubah menjadi monster yang lupa pada keluarga, masing-masing ingin bersicepat sampai ke tujuan, meski untuk itu mungkin harus memotong jalur atau berubah menjadi pembalap motogp semuanya.

Berangkat menggunakan transportasi umum tidak menjadi alternatif yang lebih baik. Selain menguras biaya yang lebih mahal, keselamatan di dalam kendaraan tidak juga menjadi jaminan. Kendaraan umum yang kerap tidak manusiawi dan memuat jubelan penumpang bukanlah sesuatu yang aneh di daerah Jabodetabek. Sebagai warga, pilihan untuk menikmati jalur transportasi yang nyaman mungkin masih menjadi impian semata.

Jika dulu saya belum berpikir tegas untuk mengubah arah hidup dan pekerjaan saya, kini saya punya pertimbangan yang lebih banyak. Saya ingin terakhir bekerja di perusahaan pada akhir Desember 2010. Atas berbagai pertimbangan, saya berpikir jauh lebih baik jika saya berkonsentrasi pada usaha yang saya jalankan dan fokus pada pengembangan usaha berbasis pengetahuan yang saya jalani selama ini. Selain alasan efektifitas, saya akan memiliki lebih banyak waktu untuk mengembangkan kemampuan pribadi, waktu bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat dan bisa meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan.

Saya tahu tantangan untuk merealisasikan hal ini cukup besar, karenanya saya memutuskan hal ini 5-6 bulan sebelum saya menjalankannya. Sebelum saya benar-benar merealisasikannya, saya berharap bisa mempersiapkan diri dan keluarga sebaik-baiknya.

Ada saran untuk hal ini ?

16 thoughts on “Efektifitas Bekerja di Kantor di Jakarta

  1. Maksudnya ingin beralih menjadi self-employed om? Keputusan yang berani. Tapi kalau memang sudah cukup yakin, tidak ada salahnya.

  2. @Daus,
    Ya mas, self-employed sekaligus membuat perusahaan. Saya sudah memikirkannya sejak tahun lalu dan estimasi awal hendak saya laksanakan di tahun 2012 namun melihat perkembangannya, saya majukan menjadi Januari 2011

  3. Semoga apa yang diharapkan dapat terlaksana, Mas. Jika perusahaannya sudah terbentuk, kira-kira saya boleh melamar ke sana nggak ya? 🙂

    Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah…

  4. Iya mas.. setuju.. sekalian membantu orang lain mendapatkan lapangan pekerjaan.. 🙂 dan mengurangi monster di jalanan.. hehehe.. 😀

  5. @Kemas,
    Makasih buat doa dan harapannya mas. Kalau nggaji mas Kemas, nggak ku-ku bayarannya 😀

    @Dichi,
    Ya ya ya, ini salah satu monster jalanan yang mau insyaf, padahal kalau ngebut tutup mata lho 🙂

  6. Setuju mas, saya berfikir hampir sama juga, bahkan bisa pulang kerja jam 20:00 WIB. Tapi Kalo naek motor ngga jadi monster jalanan (slowly)

    Namun belum berani menjadi self-employed.

    Bisa kasih masukan tahap awal yang dilakukan untuk menjadi menjadi self-employed, yg tidak jauh-jauh dari bidang IT. 🙂

  7. Memang sudah saatnya mas… panjenengan udah layak menjadi entrepreneur sakses.

    Hamba akan mencontoh perjalanan karirnya ^^,

  8. Saya yakin Mas Vavai pasti bisa. Yang perlu dipikirkan sekarang ada produk/jasa seperti apa yg hendak Mas tawarkan. Saya rasa solusi SMEs adalah pilihan tepat.

    Siap menjadi Business Developmentnya 😀

  9. Karena ndak bisa bikin kumpeni sendiri, saya :
    1. pindah kerja ke oil and gas sector, di tempat jauh tapi tetap mewah
    2. pindah gawe ke luar negeri

  10. @Agungnk, secara prinsip, yang utama adalah bahwa kita harus memiliki bekal yang cukup untuk menopang penghasilan saat kita hendak resign. Maksudnya, kita masih punya penghasilan lain yang bisa tetap berjalan meski tidak mendapat gaji dari perusahaan. Saya akan menuliskan strategi yang saya lakukan dalam tulisan-tulisan berikutnya.

    @Iqbal Nurhadi, Thanks mas. Saya juga belajar banyak juga dari mas Iqbal

    @Dhodie,
    Thanks buat supportnya bro Dhodie. Appreciate, saya juga belajar banyak soal jadi orang yang humble seperti mas Dhod.

    @Feha,
    Siap pak boss. Solusi SMEs memang menjadi fokus saya kedepan, sekarang merapikan apa-apa yang bisa saya tawarkan.

    @Dedhi,
    Saya terlambat beberapa tahun untuk bisa mengambil keputusan seperti Dedhi. Meski demikian, opsi itu tetap terbuka andai kata ada jalan hidup lain yang harus saya tempuh, yang penting positif.

    @Ali,
    Thanks mas, semoga sama-sama sukses.

  11. Ternyata sama juga alasannya, yang membuat saya akhirnya ‘hengkang’ dari jakarta, menolak jadi monster dengan melego mx dan sekarang bisa menikmati pemandangan jakarta dari jarak yang cukup jauh 🙂 Keinginan menjadi self employee atau wirausaha menjadi impian saya berikutnya, Saya pengen belajar banyak sama Mas Vavai (pengen ikut trainingnya cuma belum kesampaian terus nih).. Sukses selalu Mas.

  12. >> dari rumah sekitar pukul 07.00 dan pulang sekitar pukul 18.00 WIB

    Maaf Pak, ini sich jam kerja standard kalau di AS. Kalau tech job, lebih lama lagi jam kerjanya (12 jam di kantor, nggak termasuk travel time).

  13. @Pakne Estu, siap mas, saya akan contact jika ada project di daerah si boss

    @Islamet, Saya malah mesti belajar banyak sama mas, kapan2 mungkin bisa ketemuan.

    @Hardjono,
    Ah si bapak ini, saya kan mengukur apa yang saya tulis sesuai judul tulisan, yaitu situasi di Jakarta, bukan di AS. Aspek pekerjaan, lingkungan kerja dan pressure-nya juga beda (tentu tanpa menafikan mungkin saja pressure disana lebih berat, tapi yang jelas ini diluar konteks)

    Anyway, thanks buat infonya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.