Bill Gates, Kuliah & Drop Out
Salah satu tokoh IT sekaligus tokoh bisnis yang sering menjadi pertimbangan soal pentingnya kemampuan dibanding pendidikan dan ijazah adalah Bill Gates, pendiri Microsoft. Sebagaimana diketahui secara luas, Bill Gates drop out dari Harvard University namun kemudian sukses membangun bisnisnya dan tercatat sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Kesuksesan dan kekayaannya melebihi orang-orang lulusan universitas Harvard sekalipun.
Pertimbangan ini kadang menjadi kebablasan. Menjadi eufimisme. Menjadi pembenar terhadap ketidakmampuan kita menghadapi tantangan dan ketidakmampuan kita menyiasati kesulitan.
“Tidak apa-apa tidak lulus kuliah, toh Bill Gates saja yang tidak lulus kuliah bisa jadi orang paling kaya sedunia”
“Tidak apa-apa tidak lulus, Bill Gates saja nggak punya Ijazah bisa membangun perusahaan sukses dan mempekerjakan banyak lulusan universitas dengan ijazah S1, S2, S3 hingga professor”
Pembenaran ini menjadi salah kaprah, karena semestinya yang dilakukan adalah berusaha sebaik-baiknya, semaksimal dan seoptimal mungkin agar berhasil mencapai yang diinginkan. Jika ternyata gagal, baru mengambil alternatif lain. Bukan belum apa-apa sudah langsung menyerah dan membenarkan keputusan sendiri.
Coba dengar apa yang dikatakan oleh Bill Gates sendiri dalam buku : “Bill Gates Speaks” :
“Saya prihatin mendengar anak-anak muda mengatakan bahwa mereka tidak mau kuliah karena saya sendiri tidak lulus. Satu, saya mendapatkan pendidikan yang sangat baik walaupun saya tidak menunggu cukup lama untuk mendapatkan gelar saya. Kedua, dunia ini menjadi semakin kompetitif, terspesialisasi dan kompleks setiap tahunnya, menjadikan pendidikan tinggi penting di zaman sekarang seperti pentingnya pendiidikan sekolah menengah di zaman dulu”
Lebih lanjut, kata Gates :
“Saya menyukai tahun-tahun saya di kampus, dan dalam banyak hal, saya menyesal berhenti kuliah. Saya berhenti hanya karena saya memiliki gagasan-mendirikan perusahaan perangkat lunak komputer mikro yang pertama-dan hal itu tak dapat ditunda”
Jadi, Bill Gates drop out dari kuliah bukan karena ia bodoh atau malas melainkan karena ia memiliki hal lain yang memiliki prospek kesuksesan dan hal itu tidak dapat ditunda. Jika Bill Gates menunggu hingga lulus kuliah baru membangun Microsoft, kemungkinan besar momentumnya sudah hilang dan ide bisnis yang ia miliki sudah diambil kesempatannya oleh orang lain.
Lantas, bagaimana dengan banyak orang yang memiliki ijazah dengan nilai yang bagus, lulus cum laude, sekolah dan kuliah lurus-lurus saja namun ternyata tidak bisa bekerja atau tidak sukses dalam kehidupannya? Bagaimana dengan lulusan dengan nilai dan IPK tinggi namun hanya berakhir di pekerjaan biasa-biasa saja, atau malah gagal dalam kehidupannya?
Sama seperti semua hal dalam kehidupan, generalisasi adalah akar dari kejahatan :-). Lulus sekolah, lulus kuliah dan mendapat nilai baik tentu bukan jaminan ia mendapat pekerjaan yang baik. Bukan jaminan ia akan sukses dalam kehidupan. Sama halnya dengan yang tidak lulus kuliah dan mendapat nilai jeblok, tentu bukan jaminan ia bakal sukses seperti halnya Bill Gates.
Lulus sekolah, lulus kuliah, lulus ujian dengan nilai dan IPK yang baik tetap perlu diperjuangkan, karena itu memperbesar peluang untuk lebih mendekatkan diri pada tujuan yang dicita-citakan. Memperbesar peluang untuk sukses dibandingkan jika kita bersikap dan bertindak asal-asalan. Jika sudah berusaha sebaik-baiknya namun masih gagal mencapai apa yang dicita-citakan, itulah saatnya kita mencoba alternatif dan pilihan lain.
Hidup kita milik kita, susah maupun senang, kita juga yang menjalaninya.
terkadang hidup memang tak semudah bill gates, nasib orang beda2. 🙂
udah banyak kali ya CEO perusahaan besar yang tak pernah lulus kuliah atau tak pernah masuk perguruan tinggi.