Belajar & Praktek Wirausaha (2) : Biaya & Sumber Modal untuk Toko

Salah satu hal yang sering membuat seseorang yang hendak berwirausaha kebingungan adalah masalah biaya dan sumber permodalan untuk membiayai rencana usahanya.Tanpa modal usaha, cita-cita dan ide dalam bentuk apapun menjadi mentah. Tanpa modal, pikiran kita bisa menjadi buntu karena banyak rencana tapi nggak bisa dijalankan.

Biaya dan sumber modal untuk usaha juga bisa menjadi bumerang jika kita terlalu berani berspekulasi namun tidak mampu mengelola modal dengan baik. Niatnya berwirausaha malah salah-salah kita jadi berhutang dimana-mana.

Apakah sedemikian sulitnya berwirausaha jika kita tidak memiliki modal sama sekali? Mari kita lihat posisi saya saat hendak membuka toko sekarang ini :

A. ANALISA BIAYA

Sesuai dengan tulisan saya sebelumnya, Belajar & Praktek Wirausaha (1) : Persiapan Membuka Toko, berikut adalah biaya awal yang mesti saya persiapkan :

  1. Sewa Tempat, estimasi biaya : Rp. 500 ribu/bulan atau Rp. 6 juta per tahun. Biaya ini tergantung pada letak lokasi dan besar kecilnya tempat. Semakin strategis dan semakin ramai lokasi, semakin mahal biayanya. Semakin besar tempatnya juga berkorelasi pada semakin besarnya biaya sewa tempat. Kita bisa mengurangi biaya dengan cara menggunakan tempat yang sudah ada (misalnya bagian depan rumah kita) atau menyewa secara bulanan. Untuk case saya, saya menyewanya dari orang tua sendiri.
  2. Biaya Perbaikan Tempat. Misalnya untuk pengecatan, pasang plang, plafon dan lain-lain. Biayanya tentatif tergantung pada kebutuhan perbaikan yang diperlukan. Untuk keperluan saya, ruangan toko memerlukan pengecatan ulang, pemasangan keramik dan pemasangan plafon. Diantara kesemuanya, yang super urgent adalah pengecatan ulang dengan biaya sekitar Rp. 500 ribu. Untuk pemasangan keramik dan plafon saya tunda karena meski sama-sama penting, keduanya tidak harus dilakukan saat ini. Pertimbangan utama adalah dari sisi biaya. Biayanya hendak saya maksimalkan untuk keperluan pengisian toko terlebih dahulu.
    `
    Mungkin ada yang berpikir, bukankah penampilan akan turut mempengaruhi kunjungan dan ekspektasi calon pembeli? Jika itu yang ditanyakan, jawaban saya adalah 100% benar, namun jika keuangan kita terbatas, kita harus memilih mana yang mesti diprioritaskan. Untuk keramik dan plafon tidak akan tampil ke hadapan pembeli secara langsung, karena nantinya akan diisi dengan barang-barang. Justru pembeli akan kecewa jika tampilan toko sangat menarik namun barangnya tidak lengkap karena dananya tersedot untuk mempercantik tampilan
  3. Biaya Sarana. 2 hal utama dari sarana adalah etalase dan rak. Biaya pembuatan etalase biasanya bervariasi tergantung ukuran dan dimensi. Estimasinya sekitar 1-3 juta rupiah. Untuk keperluan saya, saya memanfaatkan etalase milik warnet saya sendiri yang tidak saya pergunakan. Untuk rak, sementara belum saya perlukan karena barangnya saja belum ada apa yang hendak ditaruh dirak 😀 . Kalaupun nanti butuh, pembuatan rak relatif cepat.
  4. Rolling Door dan Kunci Pengaman. Biaya ini kadang terlupakan saat melakukan persiapan membuka toko.  Jika ruangan yang disewa sudah memiliki rolling door yang kuat, mungkin kita tidak memerlukannya, namun sebaiknya tetap dicadangkan. Untuk case saya, ruangan sudah memiliki rolling door yang cukup memadai.
  5. Biaya Isi Toko. Biaya ini adalah biaya terbesar diantara semua biaya. Jumlahnya juga bervariasi tergantung kita ingin melengkapinya seperti apa. Karena budget terbatas, saya akan melengkapinya secara bertahap dan mencicil. Misalnya target saya, isi toko sekitar 50 juta rupiah, mungkin baru 1 tahun mencapai angka tersebut, namun saya tidak menunggu hingga punya tabungan 50 juta rupiah. Saya akan memulainya, misalnya dengan 5 juta rupiah dulu. Uang hasil keuntungan akan diinvestasikan kembali, sekaligus menambahkannya jika saya memiliki pendapatan lain.
    `
    Semua orang tentu ingin agar tokonya sedemikian lengkap agar pembeli merasa puas, namun kita juga harus realistis jika budget yang kita miliki serba terbatas. *Menghibur diri sendiri, hehehe…*. Tenang saja, kalau kita sudah kaya raya, boleh kok kita mengisi toko selengkap-lengkapnya 🙂

Sebenarnya ada biaya-biaya lainnya, misalnya biaya keamanan, biaya gaji untuk penjaga toko dan biaya tak terduga lainnya, namun biaya-biaya tersebut tidak terlalu prioritas dalam arti masih bisa diadaptasi dengan cara lain. Misalnya untuk keamanan, kita bisa mengamankannya secara pribadi, kemudian untuk biaya gaji, kita sendiri yang menunggui toko dan lain-lain.

B. SUMBER MODAL

Permodalan biasanya memang menjadi isu utama jika kita hendak berwirausaha namun bukan berarti jika kita tidak punya modal lantas kita tidak bisa melakukan apa-apa.

Modal bisa didapat dari berbagai sumber, misalnya dari gaji, tabungan, pinjaman maupun dengan cara barter. Diantara kesemuanya, tabungan memang menjadi sumber yang paling bagus, namun juga harus tetap berhati-hati, jangan sampai tabungan yang penting justru tergerus untuk modal usaha.

Untuk sementara waktu saya menghindari hutang karena khawatir kalau berhutang tidak mampu menyiapkan jaminannya. Saya juga tidak ingin menggunakan uang untuk belanja keluarga, jadi untuk rencana toko yang saya inginkan, modalnya saya ambil dari tabungan non keluarga (tabungan pribadi yang biasanya digunakan untuk membeli buku bacaan dan untuk hobby), ditambah dengan beberapa pendapatan pribadi non perusahaan (misalnya untuk pembuatan website/pekerjaan insidental).

Seperti saya tuliskan pada artikel sebelumnya, modal dasar 5.5 juta rupiah saya ambil dari 1.5 juta pendapatan online, 2 juta rupiah dari pendapatan gaji dan sisanya dari hasil konversi tabungan dollar saya sebesar 300 US$. Tabungan dollar ini saya dapatkan dari pendapatan online iklan dan review di website saya yang berbahasa Inggris. Kelebihan beberapa ratus ribu saya siapkan sebagai tambahan untuk pembelian isi toko.

Bagi saya pribadi, tidak semestinya kita merasa buntu dalam mencari sumber modal untuk usaha. Saya masih ingat saat masih menjadi karyawan, saya pernah kebingungan bagaimana caranya mencari modal usaha karena uang gaji selalu habis (bahkan kurang 😀 ) untuk kebutuhan keluarga. Akhirnya jalan keluarnya saya dapatkan dengan cara mengajar private mengenai IT (programming) pada beberapa mahasiswa yang sedang membuat tugas akhir.

Saya yakin kita semua sebenarnya punya peluang untuk mendapatkan tabungan yang bisa dijadikan sebagai modal usaha. Jika kita bisa menulis misalnya, kita bisa mendapatkan uang melalui penulisan artikel di website, memberikan review atau ulasan suatu produk atau menulis buku. Jika kita menguasai mata pelajaran atau pengetahuan tertentu, kita bisa memberkan kursus atau private. Jika badan kita kuat, kita bisa menyewakan tenaga kita untuk angkat-angkat barang (ini bukan bercanda lho ya 😀 . Saya pernah berkata dalam hati, jika perlu saya menjadi kuli panggul di pasar jika saya tidak punya modal dan kemampuan sama sekali).

Jika modal belum mencukupi kebutuhan awal usaha yang kita inginkan, mungkin kita bisa membanting stir sementara waktu dengan membuka usaha dibidang lainnya. Misalnya saya hendak membuat usaha warnet namun karena modalnya belum mencukupi, saya membuka usaha rental dan pengetikan. Jika kita hendak membuka showroom sepeda motor namun modal belum mencukupi, kita bisa membuka bengkel terlebih dahulu.

Kuncinya adalah kreativitas dan prinsip tidak mudah menyerah. Orang yang berani mati itu banyak, tapi orang yang berani hidup dan berani menjalani hidup ditengah kekurangan itu tidak selalu ada. Jangan khawatir, sepanjang kita berusaha, insya Allah ada jalan untuk menyiapkan sumber modal yang kita inginkan.

Jika ada yang hendak berwirausaha, semoga sukses dan jalannya dipermudah.

*****

You may also like

4 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.